Bantaeng - Memancing adalah hobi bagi orang sabar, atau setidaknya punya hobi memancing mengharuskan seseorang menjadi sabar. Terlebih bagi orang-orang yang berdomisili di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Kesabarannya mesti berlipat ganda.
Sepanjang selatan Kabupaten Bantaeng berbatasan langsung dengan pesisir pantai. Sehingga sebagian besar masyarakat memanfaatkan laut untuk mencari nafkah. Ada yang menjadi petani rumput laut, ada juga yang menjadi nelayan.
Keberadaan laut yang kaya akan ikan Balanak atau Belanak ini mengundang perhatian para pemancing. Pada akhirnya, bukan hanya nelayan sekitar pesisir yang melaut di sana, melainkan para pehobi serupa. Terutama pada periode Januari hingga Maret, di mana jenis ikan tropis dan subtropis tersebut muncul.
Bila sudah musimnya, sederetan orang dengan setelan dan perlengkapan tampak memenuhi beberapa spot yang menjadi favorit memancing di Bantaeng. Kadang mereka memancing di pelabuhan penyeberangan yang terletak di Bonto Jai, Kecamatan Bissappu, Kabupaten Bantaeng.
Kadangkala di pemecah ombak anjungan Pantai Seruni. Sesekali serombongan dengan sengaja naik perahu kecil menuju laut dengan kedalaman 50-100 meter untuk menjumpai rombongan ikan yang ditarget.
Namun, kebiasaan memancing di sini ternyata tidak semudah yang kita lihat. Orang-orang di kabupaten berjuluk Butta Toa ini memiliki banyak kepercayaan yang pantang dilanggar. Konon, mitos-mitos tersebut adalah warisan nenek moyang yang hingga kini dijaga kesakralannya demi menghargai "hantu laut" yang kadang disebut juga penunggu laut
Karena apabila ada yang melanggar aturan maka akan berisiko menyinggung perasaan hantu laut yang akan menimbulkan amarah. Akibatnya bukan hanya keberuntungan soal dapat atau tidaknya ikan, melainkan nyawa taruhannya. Sebuah kepercayaan yang mengerikan, mending pulang daripada melanggar.
Bila sudah musimnya, sederetan orang dengan setelan dan perlengkapan tampak memenuhi beberapa spot yang menjadi favorit memancing di Bantaeng.

Berikut Tagar merangkum beberapa mitos kepercayaan masyarakat setempat.
1. Dilarang Bertanya
Kepercayaan masyarakat pesisir Kabupaten Bantaeng, apabila melihat seseorang dengan setelan lengkap dan segala persiapan melautnya berjalan menuju perahu untuk melaut, maka pantang bagi kita untuk melontarkan pertanyaan "mau ke mana?", atau "kemanaki?" dalam dialeg Butta Toa. Ataupun sapaan-sapaan serupa misalnya "mau ke laut ya?" sangat tidak dianjurkan. Kalimat tersebut dianggap membawa sial. Terkadang, nelayan ataupun pemancing bisa seketika mengurungkan niatnya melaut setelah mendapat sapaan demikian.
"Kalau orang dulu kepercayaannya begitu. Kalau ditegur sama halnya kita beri tahu kepada penjaga laut bahwa akan ada nelayan yang datang sehingga ikan-ikan akan sembunyi semua. Itulah biasa orang pulang melaut tidak dapat apa-apa pasti ada pelanggaran dilakukan," kata Sandi, salah satu pemuda Bantaeng yang hobi memancing.
2. Jangan Menyebut Hewan atau Binatang Darat
Larangan kedua adalah tidak boleh menyebutkan nama-nama binatang darat di lautan. Segala jenis binatang darat tidak boleh lagi disebut namanya untuk alasan apa pun. Namun jika terpaksa, mereka memberi kode atau istilah tertentu untuk mengganti namanya. Misal, kambing diganti dengan orang janggo', dan kuda diganti dengan sebutan tettere'.
Salah satu warga pesisir berkisah bahwa pernah salah satu temannya sedang asyik-asyiknya memancing. Kemudian seekor ikan besar menyambar kailnya. Dia teriak kegirangan. Dan tanpa sadar ia melakukan pelanggaran.
"Oe dende', lompona jukuka kamma mami jarang allari," katanya dalam bahasa daerah Butta Toa Bantaeng. Artinya kurang lebih seperti ini, "Wah, besar sekali ikannya. Larinya kencang seperti kuda."
Pelanggaran yang ia lakukan adalah menyebutkan Kuda saat berada di tengah laut. Alhasil kail terlepas, ikan berenang kembali ke lautan. Entah karena kebetulan, tapi kejadian tersebut dipercaya sebagai akibat dari aturan yang dilanggar.
3. Dilarang Membawa Makanan Berupa Hewan atau Binatang dari Darat
Apabila sedang berada di lautan untuk memancing maka haram hukumnya untuk membawa hewan atau binatang laut dalam bentuk apa pun. Termasuk dalam bentuk olahan masakan. Karena hal tersebut akan mengundang amarah hantu laut yang seolah tidak dihargai.
"Kalau pergi memancing lalu bawa ayam misalnya, ayam goreng untuk bekal. Nah itu tidak diperbolehkan juga karena bisa bikin penjaga laut tersinggung. Masa kita di laut tapi bawa makanan darat," kata Sandi.
4. Ibu Hamil Melarang Suami Memancing
Orang hamil memang paling sensitif perasaannya dan harus selalu dijaga. Beberapa ibu hamil malah terkesan manja sekali. Selalu ingin dekat-dekat suami dan melarangnya beraktivitas macam-macam. Nah bagi suami yang mendapat larangan pergi melaut atau memancing oleh istri yang sedang hamil juga tidak diperbolehkan.
Banyak ibu hamil yang takut kail yang menjerat mulut ikan akan menjadi pamali yang menyebabkan melahirkan anak dengan bibir sumbing. Larangan ibu-ibu hamil juga dianggap bawa sial bagi nelayan.
5. Sentuhan Ibu Hamil Membawa Hoki
Namun ibu hamil tidak selamanya membawa berita buruk bagi nelayan atau pemancing. Ibu hamil yang sedang bahagia, tersenyum dan duduk atau mengusap-usap badan perahu sebelum melaut malah dianggap akan membawa keberuntungan bagi pelaut. Kehamilan dianggap sebagai sumber kehidupan dan keberuntungan. Sehingga hal ini bagus bagi para nelayan sebelum bertolak ke laut.
Itulah beberapa hal yang dianggap pantangan bagi masyarakat pesisir di Kabupaten Bantaeng. Mengenai segala larangan yang berujung kesialan, apakah semua terjadi karena kebetulan atau tidak, tergantung bagaimana seseorang menyikapinya. Semua kembali kepada keyakinan masing-masing. []
Baca juga: