Jakarta - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengklarifikasi pernyataannya yang dimuat Tagar dalam berita "MUI Sebut Konsumsi Babi Sebab Masuknya Corona di DKI".
Baca juga: MUI Sebut Konsumsi Babi Sebab Masuknya Corona di DKI
Salah satu yang ditimbulkan makan-makanan yang tak higienis, bagi umat Islam dianggap haram, (ialah) menyebarluasnya penyakit, menyebarluasnya virus.
Dia mengatakan pernyataannya terkait babi sebab penyebaran COVID-19 atau virus corona, ditujukan kepada umat Islam Indonesia.
"Bagi orang lain itu terserah, yang mengatakan itu tak haram itu karena mazhab-nya. Tapi bagi umat Islam, jangan mengonsumsi makanan yang haram," kata Pimpinan MUI ini kepada Tagar, di Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Oleh karena itu dia menepis MUI mencampuri keyakinan umat agama lain. Imbauan MUI, kata Junaidi, terkhusus hanya ditujukan kepada umat Islam di Indonesia.
"Itu dikhususkan untuk umat Islam Indonesia, berbicara dalam konteks umat Islam Indonesia. Jangan ditarik ke kiri dan ke kanan," ujarnya.
Sementara ayat yang dia sampaikan kepada Tagar sebelumnya merupakan keyakinan umat Islam. MUI, kata Muhyiddin, tak bermaksud memaksa umat agama lain ikut meyakini isi yang terkandung di dalamnya.
"Al-Baqarah ayat 168 itu bagi umat Islam dan nonmuslim diminta untuk mengonsumsi makanan yang berhigienis apabila mau terhindar dari penyakit," ujarnya.

Muhyiddin menerjemahkan makanan halal dalam ayat tersebut berarti higienis terbebas dari kotoran dan najis.
"Salah satu yang ditimbulkan makan-makanan yang tak higienis, bagi umat Islam dianggap haram, (ialah) menyebarluasnya penyakit, menyebarluasnya virus," katanya.
Baca juga: Cara Mudah Bikin Masker dari Dokter Cegah Corona
Muhyiddin berkeyakinan dengan mengonsumsi makanan haram akan berdampak pada wabah corona. Inilah yang dia maksud epidemi COVID-19 sebagai salah satu bentuk teguran dari Allah kepada orang yang melanggar hukum agama.
Muhyiddin kembali menegaskan, kesimpulan ini merupakan keyakinan umat Islam. Dia meminta pernyataannya tidak digunakan untuk di luar konteks.
"Oleh karena itu jangan dipelintir, kita (bicara) dalam konteks umat Islam. Dalam umat Islam, makanan-makanan yang tidak halal tidak boleh dikonsumsi, tidak boleh dimakan, kecuali dalam keadaan darurat," ujarnya.
Teguran berupa wabah corona ini juga mengamini pernyataan ustaz Abdul Somad (UAS) yang menyatakan COVID-19 sebagai tentara Allah.
Meski tidak sedikit muslimin berseberang pendapat dengan UAS, Muhyiddin menegaskan, pernyataan ustaz kelahiran Silo Lama itu tak keliru.
"Tentara Allah itu ada yang bisa dilihat dan ada yang tak bisa dilihat," katanya.
Turunnya bantuan Tuhan ketika Perang Badar, kata Muhyiddin, merupakan contoh tentara Allah tak terlihat. Walhasil, pasukan muslimin yang jumlahnya tiga kali lebih sedikit dari musuhnya itu menang di medan Badar.
Baca juga: Orang Tua Ajari Anak Jaga Kebersihan Cegah Corona
Sementara corona tentara Allah menurutnya masih dapat dilihat oleh mata telanjang meskipun harus menggunakan alat bantu. "Corona kan masih bisa dilihat dengan menggunakan mikroskop ya," tuturnya.
Menurut dia, corona sebagai teguran atau tentara Allah dapat menyerang wilayah manapun. Tak heran, kata Muhyiddin, saat ini ada wilayah terdampak corona yang berpenduduk mayoritas muslim.
Sebab, kata dia, serangan itu bukan hanya terkait konsumsi makanan haram, tapi juga segala bentuk pelanggaran perintah Allah lainnya. Selain konsumsi makanan haram, perilaku korupsi dan zalim dapat menjadi sebab datangnya teguran Allah.
"Tidak semua negara Islam terbebas dari kezaliman, kemaksiatan, kedurhakaan. Di negara Islam jangan Anda kira terbebas dari korupsi, ada juga korupsi di sana," katanya.
Sebelumnya, berita "MUI Sebut Konsumsi Babi Sebab Masuknya Corona di DKI" mendapat sorotan publik. Sebagian orang menyebut pernyataan Wakil Ketua MUI meresahkan masyarakat dan mengusik kerukunan umat beragama di Indonesia. []