Surabaya - Dua tersangka ujaran rasis 'monyet' kepada mahasiswa Papua di Surabaya adalah Tri Susanti atau Mak Susi dan seorang berinisial SA.
Hal itu sesuai keterangan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan.
Tri Susanti
Ia adalah koordinator lapangan aksi sebagai tersangka penyebaran informasi hoaks, diskriminasi dan provokasi sehingga terjadi pengerahan massa.
Polisi mengantongi sejumlah bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan tersangka, antara lain rekam jejak digital berupa konten video hingga berbagai narasi yang tersebar di media sosial.
Sebelum menetapkan Tri Susanti sebagai tersangka, penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur telah melakukan pemeriksaan terhadap 29 orang saksi, masing-masing tujuh saksi ahli dan 22 saksi masyarakat.
SA salah satu yang mengungkapkan kata-kata kurang sopan, kata-kata binatang, kata-kata rasis.
Tri Susanti bersama kuasa hukumnya Sahid saat di Mapolda Jatim. (Foto: Tagar/Fajar Ikhwan)
Dalam kasus tersebut, tersangka Tri Susanti alias Mak Susi dijerat Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan/atau Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan/atau ayat 2 dan/atau Pasal 15 KUHP.
SA
Ia juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran rasis kepada mahasiswa di Asrama Mahasiswa Papua (AMP) di Jalan Kalasan Surabaya pada Jumat, 16 Agustus 2019.
"Ada penambahan tersangka baru berinisial SA. Jadi, sudah ada dua tersangka dalam kasus tersebut, setelah beberapa waktu lalu menetapkan TS (Tri Susanti) sebagai tersangka," ujar Luki Hermawan di Markas Kepolisian Daerah Jawa Timur di Surabaya, Jumat, 30 Agustus 2019, seperti diberitakan Antara.
Luki menjelaskan SA ditetapkan tersangka setelah terbukti melayangkan kata-kata rasis kepada mahasiswa Papua di AMP pada Jumat, 16 Agustus 2019 sekaligus memperoleh bukti dari keterangan saksi-saksi serta hasil uji laboratorium forensik.
"Dari video yang beredar. SA salah satu yang mengungkapkan kata-kata kurang sopan, kata-kata binatang, kata-kata rasis. Diperoleh dari saksi, dan dari hasil labfor," ujar Luki.
Dalam kesempatan sama, Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Brigadir Jenderal Toni Harmanto, mengatakan pihaknya belum bisa menyampaikan SA dari organisasi massa atau satuan perlindungan masyarakat. Hanya disebutkan SA berasal dari elemen masyarakat.
"SA dari unsur masyarakat. Itu rasisme dengan Undang-Undang nomor 40 tahun 2008 tentang diskriminasi. SA merupakan satu dari enam orang yang dicekal," ujar Toni Harmanto. []