Jakarta - Jutaan warga India yang bekerja sebagai buruh migran melakukan eksodus ke kampung halaman pasca pemerintah memberlakukan karantina total (lockdown) selama 21 hari. Mereka panik dan pasrah bahwa pemerintah tidak akan bisa menjamin kehidupan mereka saat negara itu dikunci total karena semakin meluasnya pandemi virus corona Covid-19.
Peraih Nobel, Abhijit Banerjee dalam wawancara eksklusif dengan India Today TV mengatakan tak terkejut dengan keputusan para buruh migran untuk pulang ke kampung halaman. Di desa, mereka mungkin masih memiliki sumber daya untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Lockdown, PM India Minta Maaf Sulitkan Warga Miskin
"Tekanan ekonomi sudah jelas. Di rumah, mereka mungkin memiliki tanah dan sumber daya lain untuk bertahan hidup. Kalau di kota, di mana mereka akan tinggal," ucap Abhijit seperti diberitakan dari indiatoday.in, Senin, 30 Maret 2020.
Hendaknya polisi bekerja dengan nurani, bukan malah menebar teror
Abhijit mengkritik sikap polisi dalam mengawasi pelaksanaan lockdown dengan memukul masyarakat yang masih berjualan dan membuka toko bahan makanan. "Hendaknya polisi bekerja dengan nurani, bukan malah melepaskan teror ke masyarakat," tuturnya.
Suasana peron kosong di sebuah stasiun kereta saat diberlakukan lockdown oleh pemerintah, untuk mencegah penularan virus corona Covid-19, di New Delhi, India, Senin, 23 Maret 2020. (Foto: Antara/Reuters/Adnan Abidi)
Ketika ditanya apakah social distancing (jaga jarak sosial) sebagai sebuah konsep yang perlu dijelaskan kepada warga miskin, Abhijit mengatakan mereka bukannya tidak paham dengan konsep itu. "Mereka tahu, kuman bisa ditularkan dari orang. Namun kondisi kemiskinanlah yang membua mereka sulit menjalani social distancing," ucapnya.
Mereka rentan kehilangan mata pencaharian
Berbicara tentang kaum miskin di kota, Abhijit mengatakan mereka rentan teradap kenyataan bahwa mereka kehilangan mata pencaharian dan kehidupan. Mereka juga tidak sadar bisa menularkan ke warga desa. "Jika ada infeksi, akan cepat menyebar karena toiletnya kotor," katanya.
Sebelumnya wartawan BBC, Vikas Pandey mencoba mencari tahu bagaiamana para buruh migran bertahan hidup dari kondisi lockdown. Kawasan bisnis Chowk di Noida, biasanya ramai oleh raturan orang pencari kerja sebagai buruh bangunan.
Persimpangan kecil jalan-jalan di pinggiran kota New Delhi ini menjadi lokasi para mandor mencari buruh bangunan lepas untuk mengerjakan berbagai proyek bagunan dan jalan. Namun pada Minggu, 22 Maret, saat pertama kali India memberlakukan lockdown, kondisi jalan sangat sepi. Orang-orang sepertiya tak berani untuk keluar rumah. Suara burung berkicau yang selama ini tak pernah terdengar karena kalah oleh suara bising, kini seperti terdengar merdu.
Saya seakan tak percaya melihat kawasan yang selalu ramai mendadak menjadi hening. Saya mencoba melihat berbagai sudut jalan. Mata saya terfokus pda sekelompok pria yang berkerumun di sudut jalan.
Dalam kondisi seperti ini tidak ada orang yang mau memperkerjakan kami
Saya menghampiri mereka. Dari jarak yang menurut saya aman, saya bertanya kenapa mereka tidak mematuhi perintah pemerintah untuk mengunci diri di rumah.

Rames Kumar, yang berasal dari distrik Banda, di negara bagian Uttar Paradesh, India mengatakan bahwa ia tahu ada perintah lockdown. Namun ia harus mencari nafkah untuk keluarga. "Kami tahu, tidak akan ada orang yang mau memperkerjakan kami dalam kondisi seperti ini, tapi kami masih mencoba peluang itu,"tuturnya," Rabu, 25 Maret 2020.
Simak Pula: 25 Foto Lockdown India dan Berbagai Negara di Dunia
Ia pun bercerita, menjadi buruh bangunan dengan upah 600 rupe atau 8 dolar AS (Rp 128.924) per hari. "Saya punya lima anak yang harus diberi makan. Kami kehabisan makan dalam beberapa hari ini. Saya tahu risiko virus corona, tapi saya tidak bisa melihat anak-anak kelaparan," ucap Rames Kumar.[]