Semarang - Penerapan sistem zonasi murni dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online Jawa Tengah (Jateng) 2019 membuat peluang anak pintar masuk SMA negeri favorit menjadi tipis.
Bahkan banyak anak pintar yang kalah bersaing dengan calon peserta didik baru lain yang bermodal nilai ujian nasional (UN) rata-rata 5.
Pantauan Tagar di hari pertama PPDB online di Kota Semarang, Senin 1 Juli 2019, sejumlah calon peserta didik baru bermodal nilai UN di kisaran 20 mampu bertengger di papan atas seleksi sementara SMA negeri favorit. Bahkan mampu menyisihkan pesaing yang punya nilai rata-rata UN di atas 8.
Hasil seleksi sementara di jalur pendaftaran zonasi tersebut bisa dilihat di https://jateng.siap-ppdb.com.
Di SMA Negeri 1 Semarang misalnya, peserta didik baru dengan nilai UN 19.00 sudah bisa lega lantaran hampir pasti lolos seleksi. Sebab sementara ini masuk dalam 15 besar peringkat teratas, dengan nilai Bahasa Indonesia 6,20, Matematika 3,75, Bahasa Inggris 4,80 dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 4,25.
Di SMA Negeri 2 Semarang, nilai UN 20,30 malah bertengger di peringkat pertama hasil seleksi sementara. Nilai tersebut didapat dari nilai Bahasa Indonesia 7,40, Matematika 3,50, Bahasa Inggris 5,40, IPA 4,00.
Sementara di SMA Negeri 8 Semarang, nilai UN 19,65 juga mampu berada di peringkat pertama seleksi sementara. Terdiri, Bahasa Indonesia 6,40, Matematika 3,75, Bahasa Inggris 5,00, IPA 4,50.
Di SMA negeri favorit lain, di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 5, nilai UN 20,05 dan 19,25 menyodok di barisan atas seleksi sementara lantaran jarak kelurahan dengan sekolah 0,0 Km.
Selain faktor jarak, pemeringkatan tersebut juga dilihat dari waktu pendaftaran. Makin cepat mendaftar maka makin besar peluang diterima.
Melihat fakta tersebut, sejumlah orang tua calon peserta didik baru dengan nilai UN tinggi mengaku miris atas ketidakadilan sistem PPDB 2019.
"Anak saya nilai UN 34,20 tapi tidak keterima SMA Negeri 2 Semarang. Padahal masih dalam zona, hanya kalah dengan masalah sepele, persoalan jarak," beber Wawan, 34, orang tua murid yang tinggal di Pedurungan Tengah.
Wawan pun mengaku pusing dengan aturan baru tersebut. Ekspektasi awal ternyata tidak sesuai dengan fakta yang dihadapi.
"Pede saja, Mas. Karena nilai anak saya cukup tinggi, rata-rata 8 dan saya daftarkan di jalur zonasi karena berada di zona sekolah. Nyatanya tetap saja kalah dengan jarak kelurahan lain meski masih dalam satu zona," tutur dia.
Akhirnya Wawan mengambil inisiatif untuk memindahkan pendaftaran anaknya ke sekolah lain di Kabupaten Demak.
"Sistem memberikan alternatif ke SMA Negeri 10 Semarang dan SMA Negeri 2 Mranggen, Demak. Akhirnya saya pilih di SMA Negeri 2 Mranggen karena lebih dekat. Dan puteri saya bisa menerima kenyataan tersebut," kata dia.
Yati, 42, warga Kaliwiru, Kecamatan Candisari, Semarang menilai sistem zonasi PPDB belum layak diterapkan saat ini. Sebab belum semua wilayah kecamatan di Jateng ada SMA negeri.
"Jangankan di wilayah yang didominasi pedesaan, di Kota Semarang, di kecamatan tempat kami tinggal, tidak ada SMA negeri. Kalau mau sekolah negeri maka harus bersaing dengan anak prestasi lain lewat jalur prestasi luar zona," beber dia.
Pemprov Jateng harusnya meniru PPDB SMP di Kota Semarang yang memberi kesempatan sama bagi anak pintar, anak yang tinggal di sekitar sekolah dan anak yang punya prestasi
Gara-gara tidak ada SMA negeri di kecamatan tempat tinggalnya, Yati mau tidak mau mendaftarkan anaknya ke SMA Negeri 15 Semarang di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang.
Nilai UN sekitar 34 dari anak sulungnya harus bersaing dengan calon peserta didik lain di jalur pendaftaran prestasi luar zona.
"Dan sekitar jam 11.00 WIB, peringkat anak saya terus merosot sampai 69 dari kuota 72 kursi. Langsung saya pindahkan ke sekolah lain, yang beda kecamatan juga, lewat jalur luar zona prestasi lagi, di SMA Negeri 11 di Kecamatan Semarang Selatan atau di SMA Negeri 9 di Kecamatan Banyumanik. Semoga bisa keterima," harapnya cemas.
Bagi aktivis perempuan tersebut, idealnya sistem zonasi tetap memperhatikan hasil UN sebagai salah satu pertimbangan seleksi PPDB.
Pemprov Jateng sudah memberi porsi 20 persen prestasi dalam zona dan 15 persen prestasi luar zona namun tetap dirasa kurang adil bagi anak pintar yang di kecamatannya tidak ada SMA negeri.
"Pemprov Jateng harusnya meniru PPDB SMP di Kota Semarang yang memberi kesempatan sama bagi anak pintar, anak yang tinggal di sekitar sekolah dan anak yang punya prestasi. Kalau aturan macam gini maka anak pintar kalah dengan meteran," kritiknya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan PPDB online 2019 di Jateng lebih mengakomodir anak pintar maupun anak berprestasi ketimbang sistem PPDB zonasi provinsi lain.
"Inilah kelebihan PPDB online dengan sistem zonasi di Jateng. Karena kita membuka jalur prestasi di dalam zonasi. Sehingga bisa mengakomodasi semuanya," tegas dia.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51 Tahun 2018 tentang PPDB memberi kesempatan yang luas kepada mereka yang wilayah kelurahannya dekat dengan sekolah.
Meski begitu, Jateng menambah porsi anak prestasi lewat Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng No. 421/10543
Sesuai SK No. 421/10543, di jalur pendaftaran zonasi, sekolah wajib menerima calon peserta didik baru minimal 80 persen dari daya tampung sekolah.
Jalur zonasi ditempuh lewat dua seleksi, yakni seleksi mengacu jarak sekolah dengan kantor kelurahan/desa, minimal 60 persen dari jumlah peserta didik yang diterima. Dan seleksi berdasar prestasi, maksimal 20 persen jumlah murid yang diterima.
Sementara untuk luar zonasi, jalur pendaftaran prestasi dan jalur mutasi orang tua, masing-masing maksimal 15 persen dan 5 persen. Dengan demikian total kuota untuk anak prestasi maksimal 35 persen dari jumlah murid yang diterima.[]
Baca juga: