Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku mengapresiasi kinerja kepolisian yang telah berhasil membekuk terduga pelaku penyiraman air keras ke wajahnya. Namun, ia menilai ada yang lucu dan aneh dalam penetapan status pelaku menjadi tersangka.
"Saya seharusnya mengapresiasi kerja Polri, tapi keterlaluan bila disebut bahwa penyerangan hanya sebagai dendam pribadi sendiri dan tidak terkait dengan hal lain, apakah itu tidak lucu dan aneh?," kata Novel di Jakarta, Jum'at malam, 27 Desember 2019, diberitakan Antara.
Mabes Polri memastikan sudah menangkap dua orang pelaku penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan ada dua pelaku penyerangan tersebut merupakan anggota Polri yang masih aktif.
Apakah itu tidak lucu dan aneh?
Kedua pelaku diketahui berinsial RM dan RB tersebut kemudian ditetapkan statusnya sebagai tersangka dan diamankan pada Kamis malam (26/12) oleh tim kepolisian di Cimanggis, Depok, kemudian dibawa ke Polda Metro.
Novel mengatakan saat ini tengah menunggu proses lebih lanjut yang akan dilakukan pihak kepolisian. Ia juga menolak mengomentari lebih lanjut terkait proses penyelidikan dan penyidikan panjang kasus tersebut sejak April 2017 lalu.
Dalam perjalanannya, kasus tersebut melibatkan 73 orang saksi yang diperiksa, 7 kali proses olah TKP, dan beberapa kali proses pembentukan tim khusus.
"Saya tentu tidak bisa menilai saat ini, tapi saya sekarang menunggu proses lanjutannya saja," kata Novel Baswedan.
Saya tidak akan terlalu banyak berkomentar lagi, nanti penasihat hukum saja yang menyampaikan pernyataan," ujar dia.
Konferensi pers di Polda Metro Jaya Jakarta, Jumat, 27 Desember 2019, terkait penangkapan 2 pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. (foto: Ist).
Tuntutan Tim Advokasi
Secara terpisah Tim Advokasi Novel Baswedan dalam pernyataan tertulisnya mengatakan kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Selanjutnya juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar.
"Oleh karena itu, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan," kata Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur.
"Kejanggalan-kejanggalannya, misalnya, sebagai berikut adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui, Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan," ujar dia.
Tim juga meminta agar kepolisian segera mengungkap jenderal dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.
Duduk Perkara Kasus
Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Pelaku menyiramkan air keras ke arah muka sehingga mengakibatkan kedua mata milik Novel rusak.
Pada 17 Juli 2019, Tim Pencari Fakta (TPF) kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan merekomendasikan Kapolri untuk membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik. dan melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang yang diduga terkait kasus tersebut.
TPF hanya menduga bahwa ada 6 kasus high profile di bawah penanganan Novel, yang diduga berkaitan dengan penyerangan ini.
Baca juga: Mahfud MD: Penyerang Novel Baswedan Menyerahkan Diri
Kasus-kasus tersebut adalah korupsi kasus KTP-e, kasus mantan ketua Mahkamah Konstitusi Aqil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung, kasus bupati Buol Amran Batalipu, kasus wisma atlet, dan kasus penanganan sarang burung walet Bengkulu. []