Jakarta - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai likuiditas bank swasta yang cenderung longgar menjadi alasan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) belum mau dimanfaatkan hingga saat ini.
"Hal lain yang menjadi alasan, kenapa dana PEN belum dimanfaatkan oleh bank swasta karena likuiditas dari bank swasta juga kecenderungannya masih relatif longgar, sehingga belum membutuhkan tambahan likuditas dari dana PEN ini," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Kamis, 1 Oktober 2020.
Selain itu, kata Yusuf, risiko penyaluran kredit yang masih besar juga menjadi salah satu pertimbangan bagi bank swasta untuk mengambil suntikan dana PEN. "Risiko penyaluran kredit yang juga masih besar akhirnya menjadikan banyak bank swasta belum mau mengajukan dana PEN ini ke pemerintah," ucapnya.
Sehingga, kata Yusuf, kembali lagi kepada pihak bank swastanya untuk memanfaatkan dana PEN atau tidak. Menurutnya, hal ini juga kembali kepada kondisi perkonomian yang melemah dan berdampak pada turunnya permintaan kredit.
"Data terakhir menunjukkan kredit pada bulan Agustus hanya mencapai 1,04 persen (yoy), padahal bulan lalu pertumbuhan kredit sempat meningkat 1,53 persen," tutur Yusuf.
Sebelumnya, Pemerintah kembali menyuntik dana kepada bank-bank BUMN anggota Himpunan Bank -bank Negara (Himbara) sebesar Rp 17,5 triliun sebagai bagian dari program PEN. Tambahan penempatan dana tersebut diberikan kepada Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN yang masing-masing Rp 5 triliun. Sedangkan Bank BNI sebanyak Rp 2,5 triliun.
Sejauh ini dana yang ditempatkan di Himbara mencapai Rp 47,5 trilium setelah pada tahap pertama sudah ditempatkan sebesar Rp 30 triliun. Ini dengan harapan bank BUMN bisa meningkatkan penyaluran kredit.
Namun sejauh ini, belum ada satu bank swasta yang menerima penempatan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Padahal, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bank swasta boleh mengajukan penempatan uang dengan mempertimbangkan data-data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). []