Omnibus Law Bisa Jadi Solusi Stunting dalam Negeri

Peneliti CIPS Felippa Ann Amanta mengungkapkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpeluang menjadi salah satu solusi menurunkan fenomena stunting.
Petugas Posyandu mengukur lingkar kepala seorang anak di Posyandu Anggrek, Tasikmadu, Malang, Jawa Timur, Sabtu, 4 Januari 2020. Di tahun 2020 pemerintah akan memperluas cakupan penanganan stunting dari 160 menjadi 260 kabupaten/kota. (Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto/wsj)

Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengungkapkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja berpeluang menjadi salah satu solusi menurunkan fenomena kekerdilan atau stunting Tanah Ari.

Sebab Omnibus Law RUU Cipta Kerja kata dia membuka peluang impor pemenuhan kebutuhan pangan yang selama dibatasi dalam Undang Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

"UU ini menyatakan bahwa ketersediaan pangan merupakan kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional. Sementara itu, impor hanya bisa dilakukan kalau kedua sumber utama tadi tidak dapat memenuhi kebutuhan," ujar Felippa di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020 seperti dilansir dari Antara.

Dengan begitu, menurut dia tak perlu khawatir bahwa Indonesia kekurangan sumber pangan. Karena sumber penyediaan pangan kini tak hanya berasal dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional, tapi juga impor.

Baca juga: DPR: Jangan Perdebatkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Berdasarkan data Prevalensi Data Stunting 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,67 persen, sedangkan sebanyak 22 juta orang Indonesia masih menderita kelaparan kronis.

Salah satu faktor tersebut, kata Felippa disebabkan oleh tak terpenuhinya kebutuhan pangan dan nutrisi Indonesia seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Apalagi, harga pangan dalam negeri masih tergolong mahal karena kebijakan di sektor pertanian yang cenderung proteksionis.

"Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah juga tantangan pada sektor pertanian, misalnya saja alih fungsi lahan. Harga pangan semakin tinggi dan mempengaruhi mereka yang tergolong ke dalam masyarakat miskin," tuturnya.

Sebagai antisipasi, Felippa menyatakan pemerintah harus berkaca pada kaidah ilmu ekonomi yaitu menurunkan harga komoditas dengan meningkatkan jumlah barang yang ada di pasar. Sehingga parameter kondisi pasar dan permintaan barang akan lebih terukur dengan baik.

Di waktu yang bersamaan, katanya, pemerintah juga perlu mendukung sektor pertanian dengan terus mendorong kegiatan produksi seefisien mungkin, agar dapat menyajikan harga komoditas lokal yang bersaing dengan komoditas impor, juga agar harga pangan lebih terjangkau. []

Berita terkait
Serikat Buruh Bakal Mogok Massal Tolak Omnibus Law
Koordinator Serikat Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako mengancam melakukan gerakan mogok kerja massal tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Jawaban Jokowi Mengenai Kesalahan Ketik Omnibus Law
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi kesalahan pengetikan pasal 170 yang terdapat di dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Setelah Aksi 212, FPI Siap Demo Omnibus Law ke DPR
Ketua FPI siap membuat gerakan turun ke jalan menolak RUU Omnibus Law. Rencana itu bakal digelar di depan DPR.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.