Jakarta - Konsultan jasa finansial Grant Thornton mengingatkan masyarakat tidak melakukan aksi panic buying atau pembelian secara berlebihan saat mendengar virus corona atau COVID-19 masuk ke Indonesia.
Menurut Audit and Assurance Partner Grant Thornton Indonesia Alexander Adrianto Tjahyadi panic buying justru akan berpotensi menimbulkan kerugian secara keuangan.
"Tidak hanya secara personal, namun juga secara luas," ucapnya dalam siaran pers di Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020 seperti dilansir dari Antara.
Baca juga: Panic Buying Imbas Corona, Ini Kata Asosiasi Peritel

Ia menjelaskan ada tiga kerugian jika masyarakat panic buying di tengah kondisi seperti sekarang. Pertama akan meningkatkan inflasi.
Aktivitas pembelian berlebihan, kata dia akan memicu kelangkaan berbagai produk dan berdampak pada kenaikan harga barang. Apalagi, aksi panic buying terjadi beberapa bulan sebelum Idul Fitri.
Kerugian kedua dari aksi panic buying, menurutnya akan berdampak pada keuangan rumah tangga. Penyebabnya, pembelian impulsif bisa saja menyedot dana yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan reguler penting lainnya, seperti uang sekolah anak atau cicilan rumah.
Belum lagi, jika pembelian dilakukan menggunakan fasilitas kredit, misalnya menggunakan kartu kredit. Otomatis, kata dia akan terjadi beban utang konsumsi yang terlalu prematur dan tidak pada tempatnya, padahal dalam perencanaan keuangan rumah tangga, beban utang konsumsi ini perlu dikendalikan.
Terakhir, imbas panic buying adalah pemborosan. Pasalnya, kemungkinan ketika aksi panic buying, masyarakat membeli barang tanpa mengecek masa kedaluwarsa. Setelah disadari, ternyata barang tersebut malah tidak bisa disimpan terlalu lama atau rusak.
Dengan demkian, kata Adrianto alangkah lebih bijak masyarakat tidak panic buying. "Kami menyarankan untuk menahan diri, dan membeli barang dalam jumlah sewajarnya. Kita semua berharap Virus Corona dapat ditangani dengan baik di Indonesia," tuturnya. []