Simalungun - Sejumlah pelajar di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, terpaksa harus memanjat pohon agar bisa mendapatkan sinyal jaringan internet saat belajar daring.
Terungkap lewat status di akun media sosial Facebook seorang guru bernama Reni Rosari Sinaga, yang diunggahnya pada Sabtu, 1 Juli 2020.
Reni yang merupakan seorang guru di Kota Pematangsiantar, di status tersebut menyebut sejumlah pelajar SD di Nagori Bah Pasunsang, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun, berjarak kurang lebih 19 kilometer dari ibukota kabupaten.
Desa ini diapit Gunung Simarsoppit dan Gunung Simarsolpah. Warga di sana adalah petani dengan jumlah penduduk sekitar 100 kepala keluarga.
Dia kemudian menuturkan tentang kondisi di nagori atau desa yang berada di antara Sondi Raya dan Sindaraya, hanya ada satu sekolah dasar. Di masa pandemi Covid-19, para siswa tidak belajar di gedung sekolah.
Status Facebook Reni Rosari Sinaga. (Foto: Facebook)
Mereka belajar di rumah dengan cara luring dan berkelompok serta mengikuti protokol kesehatan yang diatur oleh kepala sekolah bernama Asni Selpiani Saragih.
Untuk proses belajar mengajar siswa SD disebutnya tidak ada kendala walau Covid-19 masih berdampak terhadap warga desa yang dikelilingi kawasan hutan tersebut.
Persoalan muncul untuk pelajar SMP dan mahasiswa. Untuk mengikuti pelajaran secara daring, mereka terpaksa mencari sinyal dengan berjalan kaki ke areal perbukitan sejauh hampir 2 kilometer dari pemukiman.
Para pelajar dan mahasiswa ini sepertinya ditempa oleh situasi Covid-19 menjadi pribadi yang menjadi lebih giat dan tangguh. Mereka tidak menyerah dan mengeluh apalagi sampai menyalahkan Gugus Tugas Covid 19 Simalungun.

"Mereka tidak menyalahkan pendidik dan tenaga kependidikan yang mengajar daring dan telekonference. Mereka tau Covid-19 adalah bencana, ujian dari Yang Maha Kuasa," kata Reni dalam statusnya.
Para pelajar itu sebutnya, memanjat pohon durian dengan antrean, kemudian menuliskan pekerjaan yang sudah didapatkan di rerumputan. Mereka melawan dingin dan cuaca yang kadang kurang bersahabat dengan situasi yang mereka hadapi.
"Ada rasa syukur ketika yang punya lahan dengan senang hati membiarkan mereka bertengger di pohon duriannya untuk dapat berkomunikasi di dunia daring," tulis Reni lagi.
Disebutkan, orang tua para siswa itu bekerja berkebun dan bertani. Mereka mampu membeli Android dan kuota.
"Andai saja sinyal apat dibeli, mereka pun pasti beli," tulis Reni, seraya menyebut mereka para Anak Rantau Bah Pasunsang tidak dapat berbuat banyak.
"Pesan kami, tetaplah berjuang dan berdoa agar corona segera berlalu. Horas. Horas. Horas," tukas Reni di ujung statusnya.[]