Dairi - Penanganan wabah kematian ternak babi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Dairi, Sumatra Utara, dinilai hanya sebatas pencitraan.
Seruan Pemkab Dairi pada masyarakat untuk melakukan pembakaran dan penanaman ternak babi yang mati akibat wabah tersebut, untuk memutus mata rantai penyebaran wabah, tidak sejalan dengan tindakan.
Hal itu dikatakan Aleksander Simamora, 32 tahun, peternak babi di Kelurahan Sidiangkat, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Minggu, 10 Nopember 2019.
Disebut, sebelumnya masyarakat telah mengapresiasi tindakan Pemkab Dairi yang turun langsung mengangkut ternak babi mati, untuk ditanam di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sidiangkat.
Ternyata, tidak benar dilakukan penanaman. Bangkai dibuang begitu saja di lubang-lubang di TPA tersebut. Hal itu diketahuinya saat akan menanam ternak babinya yang mati pada Sabtu, 9 September 2019.
Mengetahui hal itu, Aleksander pun mengambil keputusan menanam ternak babinya yang mati itu di sekitar kandang. Babi itu ditaksasi berbobot 200 kilogram. Lokasi peternakannya, berjarak sekitar 500 meter dari TPA.
Lebih lanjut dikatakan Aleksander, dia sangat menyesalkan tindakan dinas terkait, karena tidak membakar dan menanam bangkai babi yang dibawa ke TPA, sebagaimana anjuran mereka kepada masyarakat.
Lubang tempat pembuangan bangkai babi di TPA, tampak telah dibakar. Diduga karena diviralkan peternak babi, Minggu, 10 Nopember 2019 (Foto: Tagar/Robert Panggabean)
Ia menduga, hal itu menjadi pemicu terpaparnya ternak babi di sekitar lokasi peternakannya. "Setelah bangkai babi diangkuti ke sini, babi di sini pun bermatian. Sebelumnya, aman," katanya.
"Programnya sudah baik, pelaksanaannya tidak baik. Terkesan pencitraan kalau begini. Seolah-olah serius, padahal tidak," tambah dia.
Kalau memang african swine fever, punahlah sudah babi di Dairi. Belum ada obatnya
Lebih jauh, Aleksander yang bergabung di Asosiasi Peternak Babi (Asperba) itu menyesalkan lambatnya Balai Veteriner Medan menentukan jenis penyakit yang menyerang ternak babi di Dairi.
"Kita peroleh informasi, dari 12 sampel yang diperiksa Balai Veteriner Regional I Medan, tiga sampel positif Hog Cholera. 9 sampel lagi, belum dipastikan. Kalau memang african swine fever (ASF), punahlah sudah babi di Dairi. Belum ada obatnya," katanya.
Selain itu, Aleksander juga berharap agar dinas terkait melakukan vaksinisasi ternak setiap tahun. Jangan karena penyakit itu sudah mewabah, ternak diminta divaksin.
Ia mengaku ternaknya setiap tahun divaksin, dengan biaya pribadi. Saat ini, ada 70 ekor ternak babinya. 30 ekor anakan, 12 induk, selebihnya pembiakan. Ia telah tiga tahun beternak babi.
Sebelumnya, pada hari Minggu pagi, Aleksander mengupload foto-foto bangkai ternak babi di TPA yang tidak ditanam, ke media sosial Facebook.
Tagar yang turun ke lokasi pada Minggu sore bersama Aleksander, menemukan bangkai babi di lokasi itu telah dibakar. Kendati demikian, bau bangkai menyengat, masih menyeruak.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Posmatua Manurung dikonfirmasi wartawan terkait tidak ditanamnya bangkai babi di TPA itu, mengatakan pihaknya akan meninjau ke lokasi.
Dikatakan Posmatua, yang juga koordinator tim lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) penanggulangan wabah penyakit ternak babi, sesuai koordinasi, bangkai babi harus dibakar dan ditanam untuk memutus mata rantai penyebaran wabah tersebut.
Ditanya mengapa sebagian bangkai babi hanya ditimbun pakai sampah, Posmatua mengatakan hal itu tidak masalah. Karena, sampah di lokasi itu berton-ton.
Ia mengatakan, kadang pemulung membongkar sampah, sehingga bangkai itu bisa muncul ke permukaan.[]