Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menilai, penutupan seluruh gerai Giant bakal menimbulkan sejumlah dampak. Secara langsung, dampaknya akan mengurangi investasi lantaran format hypermarket mencakup sirkulasi produk dalam jumlah besar.
Aksi downgrade ke toko dengan skala lebih kecil bisa lebih marak lagi, tak hanya di format hypermarket, tetapi juga untuk toko swalayan dan specialty store.
Meski demikian, menurut Roy, penutupan toko biasanya ditempuh sebagai solusi terakhir perusahaan setelah melakukan efisiensi sampai penggunaan dana cadangan.
“Sebagai asosiasi penaung ritel modern, kami sangat berduka dengan situasi ini. Bagaimanapun Giant adalah anggota kami. Hal ini sekaligus menunjukkan ritel modern, terutama format hypermarket, sudah di titik nadir,” tutur Roy Selasa, 25 Mei 2021.

Upaya Hero mengalihkan 5 gerai Giant menjadi Toko IKEA dan beberapa gerai lainnya untuk Hero Supermarket, menurut Roy cukup masuk akal mengingat tren berbelanja di supermarket maupun specialty store cenderung masih bagus. Sedangkan bisnis hypermarket yang melesu berisiko menahan kemunculan pemain atau investor baru di segmen ini.
Yang perlu digarisbawahi, opsi ini bisa saja diikuti oleh pengelola hypermarket lainnya untuk mengurangi beban selama pandemi.
- Baca juga : Seluruh Gerai Giant di Indonesia, Tutup Akhir Juli 2021
- Baca juga : Giant Kenalkan Harga Teman dan Layanan GoFood
“Aksi downgrade ke toko dengan skala lebih kecil bisa lebih marak lagi, tak hanya di format hypermarket, tetapi juga untuk toko swalayan dan specialty store. Karena memang yang masih bagus performanya di skala kecil seperti minimarket,” ungkap Roy.
Gelombang penutupan ritel modern yang terus-menerus berlanjut tak lepas dari minimnya stimulus yang diberikan pemerintah kepada sektor ritel selama pandemi. Terlepas akan hal tersebut, dia mengatakan pelaku usaha bakal mengupayakan pemenuhan hak pekerja yang terimbas oleh keputusan penutupan bisnis sesuai dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku. []