Jakarta - Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai ada sejumlah risiko yang bisa membuat bank swasta merasa khawatir jika mendapatkan penempatan dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dari pemerintah.
Reputasi bank swasta makin turun dan memicu ketidakpercayaan dari nasabah.
"Misalnya kondisi ekonomi berubah drastis, resesi menjadi depresi ekonomi dan likuiditas bank swasta terkuras, dalam kondisi ekstrem ini jika dana pemerintah di bank swasta ternyata tergerus bahkan habis maka bisa masuk klausul kerugian negara," kata Bhima saat dihubungi Tagar, Kamis, 1 Oktober 2020.
Sebab, kata Bhima, jika hal tersebut terjadi, nantinya bisa berefek domino untuk bank swasta. "Ini bukan hanya di KPK nanti yang bermasalah tapi juga jadi bulan-bulanan politisi," ucapnya.
Selain itu, kata dia, juga bisa mempengaruhi bahkan merusak nama baik bank swasta. "Reputasi bank swasta makin turun dan memicu ketidakpercayaan dari nasabah," ujar Bhima.
Sebelumnya, Pemerintah kembali menyuntik dana di Himbara sebesar Rp 17,5 triliun sebagai bagian dari program PEN. Tambahan penempatan dana tersebut diberikan kepada Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BTN yang masing-masing Rp 5 triliun. Sedangkan Bank BNI sebanyak Rp 2,5 triliun.
Alhasil sejauh ini dana yang ditempatkan di Himbara mencapai Rp 47,5 trilium setelah pada tahap pertama sudah ditempatkan sebesar Rp 30 triliun. Ini dengan harapan bank BUMN bisa meningkatkan penyaluran kredit.
Namun sejauh ini, belum ada satu bank swasta yang menerima penempatan dana pemerintah tersebut. Padahal, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bank swasta boleh mengajukan penempatan uang dengan mempertimbangkan data-data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
- Baca Juga: Bank BUMN Didorong Penyaluran Kredit Cenderung Moral Hazard
- Penempatan Dana di Bank BUMN, Pengamat: Sulit Dorong Kredit