Pengalaman Indah Polisi Tinggal Bersama Orang Papua

Ajun Komisaris Besar Polisi IGA Dwi Perbawa Nugraha membagikan pengalaman pribadi, sungguh indah karakter orang Papua. Jauh dari gambaran buruk.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) IGA Dwi Perbawa Nugraha (kiri) Kepala Bagian Operasi di Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, membagikan pengalaman tinggal di Papua, di Semarang, Rabu, 28 Agustus 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Seorang polisi membagikan pengalaman pribadi, sungguh menyenangkan tinggal di tengah masyarakat Papua. Ia melihat Papua secara utuh, jauh dari gambaran buruk. Orang Papua seperti orang Indonesia pada umumnya.  

Polisi itu Ajun Komisaris Besar Polisi IGA Dwi Perbawa Nugraha. Saat ini menjabat Kepala Bagian Operasi di Kepolisian Resor Kota Besar Semarang.

Ia membagikan pengalamannya dalam acara Ngobrol Kamtibmas Bareng Polri TNI yang digelar Forum Wartawan Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Rabu, 28 Agustus 2019.

Berikut ini cerita Dwi Perbawa Nugraha selengkapnya.

"Saya tinggal cukup lama di Papua, di antaranya di Timika dan Manokwari. Saya bertugas di Papua selama empat tahun. Satu di antaranya saat bertugas sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor Manokwari. 

Bagi saya Papua adalah taman mini Indonesia. Beragam warga berasal dari berbagai suku di Indonesia ada di sana, Memang yang paling banyak orang Jawa meski ada banyak juga yang dari Makassar, Bali maupun Batak. Mereka ada yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan, pedagang.

Sepanjang bertugas sekaligus tinggal bersama keluarga di pulau paling timur di Indonesia tersebut, saya mengamati keseharian warga Papua. Salah satu yang membuat saya terkesan adalah perlakuan terhadap pendatang. Saya tidak menemukan kejadian yang bermuara pada anggapan warga asli Papua galak kepada non Papua.

Warga sangat menghormati para pendatang. Malah kalau akan ada kegiatan, para pendatang itu diajak. Jadi begitu guyubnya masyarakat di sana dengan masyarakat pendatang, baik transmigran maupun non transmigran yang sudah menetap di Papua.

Sebagai anggota Polri, saya mencermati perilaku warga Papua dari sisi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Situasi dan kondisi Kamtibmas setempat berjalan layaknya di daerah lain di Indonesia. Ketika kami melayani masyarakat Papua, situasinya sama dengan daerah lain.

Kalaupun ada gangguan Kamtibmas, itu terjadi dalam skala kecil. Misalnya perkelahian antarpemuda di pasar atau tempat hiburan malam. Skala besar gangguan Kamtibmas mentok di kejadian tawuran antarkampung.

Saya tidak menemukan kejadian yang bermuara pada anggapan warga asli Papua galak kepada non Papua.

Gangguan yang dipicu sentimen suku, ras maupun agama tidak pernah menjadi akar persoalan konflik personal maupun kelompok di Papua. Berkembang sedikit menyinggung isu SARA tapi tidak pernah menjadi besar, paling banter persinggungan antarkampung yang setelah kita teliti akar sebenarnya juga bukan sentimen suku.

Sikap dan watak asli warga Papua dalam pengamatan saya juga tergambarkan saat mereka berada di perantauan. Mahasiswa Papua yang tengah menempuh studi di Jawa misalnya, tetap mengedepankan sikap toleransi kepada warga sekitar tempat kos atau asramanya.

Ketika ada kejadian persinggungan dengan masyarakat setempat, tidak lebih seperti kenakalan yang lazim dilakukan remaja pada umumnya. Termasuk anggapan perantauan Papua sulit bergaul atau jarang bersosialisasi dengan lingkungan tempat tinggalnya, tidak ada itu.

Sebagai sesama orang perantauan karena kerapnya perpindahan tugas, saya sangat bisa memahami perilaku mahasiswa Papua. Dan hal itu tidak bisa disimpulkan bahwa mereka berwatak dan berkarakter sosial tertutup dengan orang bukan Papua.

Sikap yang muncul itu lebih karena persoalan kepercayaan diri secara personal. Hal lazim yang dialami seorang anak saat tumbuh remaja atau proses remaja menjadi dewasa.

Saya ini di Semarang juga perantauan. Saya lahir Jakarta tapi ada keturunan dari Bali juga. Wajah saya seperti orang Ambon, bicaranya seperti orang Makassar. Pernah saat remaja ada perasaan minder ketika bergaul dengan orang lain sehingga lebih nyaman kumpul dengan komunitas sendiri. Artinya, mereka sebenarnya tidak tertutup karena orang Papua itu di manapun sangat terbuka dan menghormati orang lain.

Sikap yang muncul itu lebih karena persoalan kepercayaan diri secara personal. Hal lazim yang dialami seorang anak saat tumbuh remaja atau proses remaja menjadi dewasa.

Terkait kejadian beberapa waktu belakangan yang melibatkan warga Papua, saya menilai merupakan imbas menyebarnya informasi di media sosial yang tidak terklarifikasi kebenarannya. Kemudian menyebutkan satu isu yang sensitif bagi saudara kita di Papua, yang berimbas pada kejadian di beberapa wilayah di Tanah Air, khususnya di Papua.

***

Kota Semarang sendiri sangat luar biasa sikap toleransi masyarakatnya. Di saat daerah lain muncul gejolak dengan para perantauan Papua, situasi Kamtibmas Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini relatif adem ayem. Sama-sama ada penyampaian aspirasi dari mahasiswa Papua tapi warga Semarang menyikapi secara dewasa.

Tak hanya Semarang, daerah lain sebenarnya juga sama, masyarakatnya sangat terbuka ke pendatang. Karena memang itu lah ciri khas bangsa kita, yang ramah kepada pendatang. Tapi menjadi besar karena ekses dari informasi yang tidak benar.

Jadi masalah Kamtibmas ini bukan semata kami TNI- Polri, ada peran dari tokoh masyarakat, tokoh agama serta awak media, untuk bersama-sama bersikap dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.

***

Soal pengibaran bendera Bintang Kejora ketika demo warga Papua di Semarang, Sabtu, 24 Agustus 2019, tidak ada upaya penangkapan atau tindakan represif dari kami atas aksi itu.

Itu bukan karena sengaja membiarkan, tapi semata lebih karena kepentingan nasional yang lebih besar. 

Kami tidak bisa menyebutkan secara detail. Namun satu di antaranya pertimbangan nama baik Indonesia di mata dunia internasional. Bahwa ada hal yang harus dilakukan aparat keamanan untuk mendukung program kerja Kementerian Luar Negeri. Karenanya aparat keamanan di lapangan tidak diperkenankan untuk bertindak represif." []

Berita terkait
Hidup Anak Papua di Tanah Rantau
Asrama mahasiswa Yahukimo Papua terletak di kawasan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur, di perkampungan menyatu dengan warga sekitar.
Kehidupan Pelajar Papua di Tegal Jawa Tengah
Anak-anak asal Papua yang sedang menempuh pendidikan di Tegal, Jawa Tengah, menceritakan situasi psikologis di tengah kabar Papua bergejolak.
Jemaah Haji Papua Bercitarasa Bugis Makassar
Jemaah Haji asal Provinsi Papua yang tergabung dalam Kelompok terbang (Kloter) 16, tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Kamis 29 Agustus 2019.
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara