Mulai memasuki musim hujan, pengendara harus lebih waspada, terutama saat hujan deras yang dapat membatasi jarak pandang. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah boleh menyalakan lampu hazard dalam kondisi tersebut. Lampu hazard, yang membuat kedua lampu sein menyala bersamaan, biasanya digunakan dalam keadaan darurat. Namun, banyak pengemudi yang belum paham kapan seharusnya menggunakan fitur ini.
Banyak pengemudi yang menyalakan lampu hazard saat hujan deras dengan jarak pandang terbatas. Padahal, perilaku ini bisa membahayakan pengguna jalan di belakangnya, yang mungkin mengira mobil di depan dalam keadaan darurat. Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), menegaskan bahwa hal ini sangat berbahaya, terutama bagi pengendara lain yang mungkin tidak familiar dengan situasi tersebut.
Penggunaan lampu hazard sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 121 Ayat 1 menyebutkan bahwa lampu hazard hanya boleh digunakan dalam kondisi darurat. Sony menjelaskan, "Tidak semua orang memiliki persepsi yang sama tentang keadaan darurat. Jika hujan lebat dianggap berbahaya, seharusnya pengendara menepi atau mencari rest area, bukan menyalakan lampu hazard. Intinya, lampu hazard tidak boleh dinyalakan saat mobil berjalan."
Penggunaan lampu hazard yang tidak sesuai aturan bisa berakibat hukuman pidana dua bulan atau denda tilang sebesar Rp500 ribu. Kondisi yang dianggap darurat adalah ketika mobil berhenti, misalnya di tepi jalan. "Ketika berhenti di tepi jalan, kita juga harus menghidupkan lampu hazard. Ini untuk menandakan bahwa kita sedang berada dalam situasi darurat," ujar Sony.
Bukan hanya mobil, sepeda motor juga dilengkapi dengan lampu hazard. Terkadang, pengendara sepeda motor menyalakan fitur ini, yang bisa membuat pengguna jalan lainnya bingung. Oleh karena itu, penting bagi semua pengendara untuk memahami dan mengikuti aturan penggunaan lampu hazard dengan benar untuk menjaga keselamatan bersama di jalan.