Mataram - Istilah new normal akhir-akhir ini sering digunakan, baik oleh pemerintah maupun organisasi kesehatan dunia (WHO) dalam konteks penanganan virus corona atau Covid-19. Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertama kali mengucapkannya ketika mengutarakan wacana relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Menurut Jokowi, new normal merupakan pola hidup baru di tengah pandemi Covid-19 dengan terus menerapkan protokol kesehatan, di antaranya menjaga jarak, rajin membersihkan tangan, menggunakan masker saat berpergian, dan menjaga asupan gizi.
"Kehidupan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru. Tapi kehidupan yang berbeda itu bukan kehidupan yang penuh pesimisme atau ketakutan," kata Jokowi melalui video conference pada Jumat, 15 Mei 2020.
Jadi dalam tatanan kehidupan baru [new normal] nanti memang itu yang harus kita pegang.
Jokowi menuturkan istilah new normal mengacu pada perubahan cara hidup manusia di tengah-tengah pandemi Covid-19. Dalam artian, manusia harus menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan saat ini dan tetap produktif di tengah-tengah pandemi.
"Kita kembalikan produktivitas kita dengan optimisme karena kita juga tetap menerapkan berbagai mekanisme pencegahan. Ini penyakit berbahaya tapi kita bisa mencegah dan menghindarinya, asal yang sudah berkali-kali saya sampaikan. Jaga jarak yang aman, kemudian cuci tangan setelah beraktivitas, pakai masker. Ini penting. Jadi dalam tatanan kehidupan baru nanti memang itu yang harus kita pegang," ujarnya.

Sementara Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan new normal pada sektor industri merupakan tolok ukur baru untuk berkegiatan dan akan berlaku secara bertahap di beberapa sektor. Tolok ukur ini mengacu kepada protokol kesehatan di tengah pandemi virus corona.
"Tentu protokol kesehatan itu dilengkapi terkait pengkajian yang dilakukan, akan lihat sektor dan daerah. Belum ada jadwal yang ditetapkan dan dalam 2 minggu ini ditegaskan tidak ada pelonggaran. Tunggu kajian dalam 2 minggu. Kemudian di sektor lain, apakah itu pendidikan, restoran, akomodasi, kegiatan ibadah, dan sektor transportasi," kata Airlangga saat rapat terbatas bersama Jokowi terkait evaluasi PSBB yang juga membahas tahapan new normal pada Senin, 18 Mei 2020.
Sebelumnya, WHO juga telah merilis enam pedoman suatu negara untuk menunju new normal. Menurut WHO, sebelum memutuskan untuk melonggarkan pembatasan terkait Covid-19, pemerintah harus berlandas pada data valid yang menunjukan kurva penurunan jumlah kasusvirus corona. Artinya pemerintah harus mampu mengendalikan penyebaran Covid-19 terlebih dahulu sebelum mengajak masyarakatnya untuk masuk dalam fase new normal.
Selain itu, sistem kesehatan masyarakat, seperti rumah sakit, harus memadai untuk mengidentifikasi, menguji, mengisolasi, melacak korban, hingga mengkarantina pasien virus corona.
Fase new normal juga baiknya diterapkan apabila tempat-tempat yang rentan penularan wabah di negara tersebut sudah terkendali dan langkah-langkah pencegahan, seperti etika batuk dan bersin, jarak fisik, dan fasilitas cuci tangan sudah diterapkan dengan baik oleh masyarakat, khusus di tempat-tempat kerja.
Tak hanya itu, setiap langkah menuju fase new normal juga harus dipantau oleh otoritas kesehatan. "Perilaku masing-masing warga akan menentukan karakter virus. Ini akan membutuhkan ketekunan dan kesabaran, tidak ada jalur cepat untuk kembali normal," demikian bunyi protokol dari WHO.