Penjual Buku Bekas di Purwokerto Sarjanakan 6 Anak

Seorang perempuan tua sibuk menata buku dan majalah bekas di kios pojok dekat tangga di Pasar Pratistha Hasta selatan Masjid Agung Purwokerto.
Ibu Ansori di kios Pratistha Harsa Purwakerto, Minggu, 22 September 2019. (Foto: Tagar/Abdul Wahid)

Purwokerto - Pasar Pratistha Hasta, di selatan Masjid Agung Purwakerto, pagi itu belum terlihat ramai. Hanya beberapa kios kuliner yang sudah mulai buka. Pasar yang berada 200 meter barat alun-alun Purwakerto ini memang semakin ramai saat sore dan malam hari.

Naik ke lantai dua, tepatnya kios pojok dekat tangga, terlihat seorang perempuan tua sedang sibuk menata buku dan majalah bekas.

Ia adalah Ibu Ansori, warga Karangsuci, Purwakerto. Sehari-hari ia berjualan bermacam buku dan majalah bekas. Sejak 1965 suaminya sudah memulai berjualan. Sepeninggal suami, ia meneruskan usaha hingga sekarang.

"Ya begini, Mas, aktivitas sehari-hari, setelah ditata rapi, tinggal menunggu pembeli, " ujarnya kepada Tagar, Minggu, 22 September 2019.

Usaha buku bekas memang sangat menggiurkan pada zamannya, kini generasi mileneal lebih banyak mengakses literasi melalui internet.

"Meski berkurang, tapi masih saja ada pembeli, sebab biasanya ada buku tertentu yang memang sesuai kebutuhan, misal kesehatan, majalah, buku anak dan lainya," katanya.

Jika sedang sepi pembeli, ia lebih banyak mengisi waktu dengan membaca Alquran. Jika pun tidak mendapat uang ia bisa mendapat pahala. 

Buku-buku bekas tersebut ia peroleh dari mahasiswa dan orang-orang yang bekerja di gedung perkantoran di Purwokerto. Mahasiswa yang lulus biasanya ada yang menjual buku-buku semasa kuliah.

Harga yang ditawarkan juga variatif tergantung jenis. Majalah misalnya ada yang Rp 10.000 3 eksemplar, ada pula yg harganya Rp 25.000 hingga Rp 70.000 per eksemplar. Komik Rp 5000. Buku anak 5000 dan masih banyak lagi.

Hidup tidak harus jadi orang kaya, yang penting pendidikan diutamakan.

PurwokertoIbu Ansori menata buku di kios Pratistha Harsa Purwakerto, Minggu, 22 September 2019. (Foto: Tagar/Abdul Wahid)

***

Selain menjual buku, kadang ada pula mahasiswa yang menitip buku untuk dijualkan. Hasilnya kemudian untuk sedekah.

"Ini ada mahasiswa baru lulus, nitip buku untuk dijual, laku Rp 300.000 uangnya untuk membangun musala," ujarnya.

Ibu Ansori sendiri mengaku sedang membangun tiga unit musala di tempat berbeda. Sebagian hasil jualan juga ia salurkan untuk pembangunan musala tersebut.

Ia mengaku bersyukur dengan usaha yang dijalani. 6 orang anaknya berhasil menempuh pendidikan tinggi hingga sarjana. Bahkan saat ini sudah bertugas, ada yang menjadi dosen hingga studi lanjut ke jenjang S3, ada pula yang menjadi dai setelah lulus dari UIN Kalijaga Jogjakarta.

Ibu Ansori yang kini memiliki 16 orang cucu, sebagian besar cucu-cucunya menempuh pendidikan di pesantren, seperti halnya enam anaknya.

Menurutnya ia selalu bersyukur dengan hidup dan usaha yang dijalani, keluarga yang hangat dan anak yang sukses di dunia pendidikan adalah anugrah yang indah.

Dari itu ia tetap menekuni jualan buku bekas. Selain di Pasar Pratistha Harsa, ada pula cabang kios lain di Jalan Ahmad Yani. Di Purwokerto memang tidak seperti di Yogyakarta, hanya sedikit sekali penjual buku bekas. Ibu Ansori bisa dibilang satu-satunya legendaris penjual buku bekas di Purwokerto.

Saat ini selain mahasiswa, pembeli yang sering datang yakni keluarga, khususnya pencari buku anak. Ia mengaku sulit mendapatkan buku anak. Di tengah maraknya game online, sebagian orang tua memilih buku untuk memperkaya bacaan anak-anak.

“Jika sekarang ada yang mau jual buku bekas anak, saya senang sekali, pasti saya beli,” katanya.

Alhamdulilah setelah lulus sarjana, anak-anak bisa hidup lebih baik dan mandiri.

***

Biasanya ia membeli dengan cara borongan, setelah itu buku disortir dan dipilih yang masih layak. Jika ada buku bagus tetapi sampulnya ruask, biasanya disediakan copy buku tapi jumlahnya sedikit.

Menurut ibu Ansori ia sendiri tidak tahu apakah anak-anaknya akan melanjutkan usahanya, namun yang pasti usaha jual buku bekas tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari usaha itu ia berhasil menguliahkan 6 anaknya hingga sarjana.

Keenam putranya yaitu Mufidah Umaroh lulusan Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta, saat ini menjadi pendakwah di Jakarta. Kedua, Qowi Abdul Hakim lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto, kini bekerja di Rumh Sakit Wiradadi Sokaraja Banyumas.

Ketiga, Ella Mardiyah lulusan IAIN Purwokerto, kini menjadi dosen dan kandidat doktor. Keempat, Ahmad Satria Lulusan UIN Jakarta dan menjadi dosen di UIN Jakarta. Kelima, Asma Asiyah lulusan IAIN Purwokerto, saat ini menjadi wiraswasta. Dan keenam, Sa’ad Hasan lulusan IAIN Purwokerto, kini mengajar di SMK Kecamatan Sumbang Banyumas.

Sebagai orangtua, tentu tugas yang hampir paripurna ketika ia berhasil membesarkan, mendidik, dan menikahkan anak-anaknya. Semua berkat usaha jualan buku bekas yang ia jalani selama ini.

Menurutnya yang lebih membanggakan yakni tiga orang cucunya sudah hafiz (hapal) Alquran. 

“Dulu cita-cita almarhum bapak, anak-anak harus menjadi hafiz, tapi kini yang hafiz adalah cucu,” katanya.

Sebagai orangtua, ia memang mengutamakan pendidikan bagi anak. Bahkan jikapun harus hidup mengontrak, pendidikan adalah yang utama. 

“Hidup tidak harus jadi orang kaya, yang penting pendidikan diutamakan, alhamdulilah setelah lulus sarjana, anak-anak bisa hidup lebih baik dan mandiri,” tutur Bu Ansori. []

Berita terkait
BJ Habibie Sekolahkan Korban DOM di Aceh Hingga Sarjana
Presiden Republik Indonesia ke-3 BJ Habibie sempat menyekolahkan bocah korban DOM di Aceh hingga ke tingkat strata satu atau S-1.
Jokowi Janji 1.000 Sarjana dari Papua Bekerja di BUMN
Presiden Joko Widodo menjanjikan 1.000 sarjana dari Papua akan diterima bekerja di BUMN serta perusahaan swasta besar.
Clara Yubelia, Usia 19 Tahun Jadi Sarjana Bahasa Jerman
Clara Yubilea Sidharta akrab disapa Lala, anak berkebutuhan khusus pada usia 19 tahun jadi Sarjana Bahasa Jerman. Ia sempat dikira anak nakal.
0
JARI 98 Perjuangkan Grasi untuk Ustadz Ruhiman ke Presiden Jokowi
Diskusi digelar sebagai ikhtiar menyikapi persoalan kasus hukum yang menimpa ustaz Ruhiman alias Maman.