TAGAR.id, Jakarta - Tim Pengabdian Masyarakat dari Prodi Ketahanan Nasional, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia menggelar edukasi ilmu ketahanan usaha dan strategi manajemen serta pelaku seni budaya Betawi di Kerontjong Toegoe.
Kegiatan sharing ilmu yang diketuai oleh Dr. Palupi Lindiasari Samputra dilaksanakan di Living Museum, Kampung Tugu, Jakarta Utara pada Rabu, 23 Agustus 2023. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan konsep berpikir ketahanan dalam kegiatan usaha.
Menurut Agnes Sri Poerbasari di tengah gelombang masuknya budaya asing dari berbagai negara ke Indonesia, menuntut pelaku seni untuk berpikir strategis ketahanan demi melindungi serta melestarikan budaya Betawi dengan cara masuk pada industri usaha seni.
Pentingnya Penguatan Strategi Ketahanan Usaha bagi Masa Depan Seni Musik Krontjong Toegoe
Sementara itu, Palupi Lindiasari Samputra menegaskan dengan memahami konsep ketahanan usaha, para pelaku seni dapat mengenali kekuatan, kemampuan serta keunikan usahanya dibanding usaha seni lainnya sebagai modal berharga untuk menghadapi tantangan, perubahan zaman serta perubahan selera musik masyarakat.
Di sisi lain, M. Puspitasari melihat salah satu peluang yang dapat di manfaatkan untuk memperkuat nilai Krontjong Toegoe adalah adanya penetapan keroncong Tugu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan RI pada tahun 2016.
Palupi Lindiasari Samputra mengatakan, WBTB dalam konteks ketahanan usaha disebut sebagai sumbedaya intangible yang dimiliki Krontjong Toegoe.
"Catatan penting dari perkembangan pasar musik di Indonesia, tantangan yang perlu segera direspon oleh usaha seni tradisional saat ini adalah perkembangan media sosial sebagai media yang paling diminati masyarakat dalam mengakses berbagai tayangan hiburan, salah satunya musik," katanya.

Artinya, persaingan usaha seni musik di media sosial tidak hanya dengan sesama jenis musik, melainkan juga jenis tayangan lainnya seperti talkshow, ceramah, kuliner serta konten-konten populer lainnya.
"Untuk itu, dibutuhkan strategi turn around dengan lebih berinovasi dalam memperkenalkan konten seni krontjong toegoe dengan menyesuaikan selera pasar tanpa meninggalkan nilai budayanya," pungkasnya.[]