Untuk Indonesia

Penyelesaian Corona, Alasan Saya Anti Lockdown

Kita tidak mungkin terus ketakutan pada corona. Seolah ini terowongan gelap tak berujung. Dalam penyelesaian corona, ini alasan saya anti lockdown.
Ilustrasi - Social distancing, work from home untuk mencegah penyebaran virus corona. (Foto: Pixabay/thedarknut)

Oleh: Ade Armando*

Saya bicara optimis dalam penanganan corona. Buat saya, kita tidak mungkin terus ketakutan dengan corona. Seolah-olah ini adalah terowongan gelap tak berujung. Kalau kita terus ketakutan, corona akan menghabisi kita.

Saya anti lockdown karena saya optimis kita bisa mengalahkan corona tanpa lockdown. Saya juga percaya kampanye work from home, bekerja dari rumah, adalah langkah sementara yang perlahan-lahan harus kita tinggalkan. Kita tentu bisa mengimbau orang untuk tidak berkerumun, menjaga jarak, menggunakan hand sanitizer, dan seterusnya. Tapi bagi saya, jawaban yang paling masuk akal adalah memperkuat imunitas warga.

Sekarang ini saja kita sudah mendengar di banyak negara, diprediksi mayoritas warganya akan terkena virus corona. Perdana Menteri Jerman sudah bilang, mungkin 70 persen warganya akan terkena virus corona. Karena itu, kita ambil saja skenario terburuk: di Jakarta misalnya, mungkin saja mayoritas warga memang akan terkena corona. Tapi ingat lho, terkena virus itu bukan berarti Anda akan menderita penyakit Covid-19. Si virus bisa saja menempel di tubuh kita, tapi kalau daya tahan tubuh kita kuat, si virus akan mati. 

Begitu seseorang diserang virus, antibodi di dalam tubuh kita akan melawan. Bentuk perlawanan dalam diri tiap manusia memang berbeda-beda, tergantung kondisi kesehatannya. Ada yang dengan cepat virus akan kalah. Ada yang butuh dua mingguan. Tapi yang penting kalau pertarungan bisa selesai, orang itu akan imun terhadap corona. Bisakah dia diserang lagi oleh corona? Ya tentu saja bisa. Tapi dengan cepat antibodi akan bereaksi dan membunuhnya kembali.

Nah, kalau makin banyak orang sehat terjangkit corona dan mengalahkan corona, akan terbentuklah persekutuan manusia yang kebal corona. Itu yang sekarang dikenal dengan istilah herd immunity alias imunitas kawanan. Kalau kita tahu prinsip dasar itu, sebenarnya masyarakat tidak perlu terlalu panik saat tahu dirinya terjangkit corona. Mereka memang perlu mengisolasi diri selama 14 hari, karena dua minggu itulah kira-kira waktu yang diperlukan si antibodi mengalahkan corona. Tapi setelah 14 hari, ia bisa hidup bebas tanpa harus khawatir lagi pada corona.

Saya anti lockdown karena saya optimis kita bisa mengalahkan corona tanpa lockdown.

Sayangnya, cerita memang belum selesai. Masalahnya tidak semua orang punya daya tahan kuat. Ada orang tua dan ada orang yang memiliki penyakit kronis. Orang-orang itulah yang harus dilindungi. Orang-orang itulah yang seharusnya mendapat prioritas perawatan di rumah sakit. Karena itulah ada anjuran agar mereka yang masih muda dan tidak memiliki penyakit penyerta serius, sebaiknya tinggal saja di rumah kalau merasa dirinya sudah terkena corona. Si anak muda itu akan sembuh dengan sendirinya, sementara si orang tua dan berpenyakit kronis harus mendapat perawatan ekstra.

Kalaulah sekarang ada upaya untuk memaksa anak muda pun tidak membiarkan diri terekspos virus corona, itu sebetulnya bertujuan untuk melindungi kaum yang lebih rentan. Mereka yang rentan ini ceritanya agak lain. Antibodi mereka tetap bisa mengalahkan corona, tapi harus dengan bantuan obat-obatan yang hanya bisa disediakan di rumah sakit. Itu pun mayoritas tetap akan survive. Walau peluangnya lebih kecil dibandingkan kaum muda yang tingkat kematiannya bisa jauh di bawah satu persen.

Jadi segenap upaya social distancing, massive test, sterilisasi, itu semua dilakukan untuk memperlambat laju penyebaran virus. Tujuannya agar korban tidak berjatuhan menumpuk di satu waktu.

Kalau terjadi semua bersamaan, yang juga jadi korban adalah petugas medis. Dalam hal ini, para petugas medis ini berpotensi menjadi korban karena mereka kelelahan dan terus didatangi virus-virus corona dalam jumlah yang banyak. Antibodi dalam diri mereka belum cukup siap, si virus terus berdatangan. Kalau dokter atau perawat yang masih muda, mungkin antibodinya masih prima. Tapi bagaimana dengan yang sudah senior?

Jadi seperti saya katakan, aktivitas masyarakat harus dibatasi ketat agar virus tidak menyebar dan akhirnya memakan korban terutama di kalangan kaum tua dan rentan. Memang sempat ada ide, supaya kaum tua dan kaum muda tidak bercampur, kaum tuanya saja yang diberi tempat khusus. Dikarantina, sampai wabah mereda. Tapi realistis sajalah, apa iya ini bisa dilakukan di Indonesia? Kalau kaum tua dan rentan harus dikarantina, mau dikarantina di mana? Dan apa tega kita mengisolasi orang tua orang tua kita? Karena itu, buat saya pilihan terbaik adalah membangun imunitas tubuh kaum muda dan menjaga agar mereka tidak memiliki interaksi yang intensif dengan kaum tua dan yang berpenyakit serius.

Pertanyaannya: apakah untuk tujuan itu, kita harus menghentikan semua aktivitas? Saya rasa tidak. Kalau kita sadar bahwa cepat atau lambat, 60-70 persen rakyat Jakarta akan terkena virus corona dan kalau kita sadar bahwa kita sebenarnya bisa mengalahkan corona, kita mungkin harus dengan segera juga menghentikan kepanikan kita. Bukan hanya kita tidak perlu lagi berburu masker, sabun, sanitizer dan gula. Tapi kita juga mungkin tak perlu terlalu takut untuk hidup bermasyarakat. Kita harus perlahan kembali membangun hidup normal.

Work from home itu bagus, tapi pada akhirnya orang toh terpaksa harus bekerja di luar rumah. Kalau tidak, ekonomi akan macet. Ekonomi rumah tangga. Ekonomi negara. Dampaknya sekarang sudah terasa. Dan masih akan berlanjut di bulan-bulan mendatang.

Tentu saja saya tidak ingin mengatakan agar kita tiba-tiba saja kembali berkerumun di mana-mana, tidak peduli dengan hidup higienis, tidak menjaga jarak, batuk dan bersin sembarangan. Kita tentu perlu mengubah cara hidup kita, karena kita perlu mencegah penyebaran corona. Tapi kita juga harus gunakan akal kita untuk mengalahkan corona tanpa perlu terlalu merasa takut.

Ingat, kita memiliki antibodi untuk mengalahkan corona. Kita kuatkan imunitas kita sembari melindungi mereka yang berpeluang menjadi korban serius dari kejahatan gerombolan virus itu. Dan kalau itu sudah kita lakukan, marilah perlahan kita kembali hidup normal.

Ini bukan karena kita layak meremehkan corona. Tapi karena kita tidak mungkin terlalu berlindung di balik rumah kita dan menghentikan roda kehidupan. Kita harus percaya bahwa kita lebih kuat dari mereka. Ini tentu bukan perubahan yang harus diterapkan secara drastis. Kita lihat juga data perkembangan penyebaran dari waktu ke waktu. Tapi yang penting kita hilangkan ketakutan kita terhadap corona. Percayalah, dengan pikiran yang lebih tenang kita akan bisa atasi corona dengan lebih baik. 

*Dosen di Universitas Indonesia

Baca juga:

Berita terkait
Bolehkah Suami Istri Berhubungan Saat Wabah Corona?
Penyebaran virus corona Covid-19 berlangsung cepat di 189 negara di dunia membuat cemas. Apa boleh suami istri berhubungan saat wabah corona?
Tata Cara Pernikahan di Tengah Wabah Corona
Orang-orang harus menjaga jarak sosial di tengah wabah corona Covid-19. Lantas, bagaimana calon pasangan yang memutuskan menikah dalam situasi ini?
Bolehkah Melayat Jenazah Positif Covid-19?
Pandemi corona Covid-19 mengharuskan semua orang bertindak sangat hati-hati, menjaga jarak sosial. Tapi, bolehkah melayat jenazah positif Covid-19?
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.