Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pemberian vonis lepas kepada terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (migor). Ketiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtaro (AL), dan Djuyamto (DJU). Uang suap ini pertama kali diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian membagikannya kepada ketiga hakim tersebut.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Arif Nuryanta memberikan uang sebesar Rp 4,5 miliar kepada ASB, yang kemudian membagikannya kepada AL dan DJU. Pada September 2024, Arif kembali menyerahkan sejumlah uang suap dalam bentuk dolar Amerika. Jumlah uang tersebut, jika dikonversi ke rupiah, mencapai Rp 18 miliar dan diserahkan kepada hakim Djuyamto. ASB menerima uang dolar senilai Rp 4,5 miliar, DJU menerima Rp 6 miliar, dan AL menerima Rp 5 miliar.
Abdul Qohar menjelaskan bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut, yaitu untuk memastikan perkara diputus onslag atau divonis lepas. Ketiga hakim dikenakan pasal Pasal 12 Huruf C Juncto Pasal 12 Huruf B Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain ketiga hakim, sudah ada tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Muhammad Arif Nuryanta, Marcella Santoso, Ariyanto, Wahyu Gunawan, dan ketiga hakim yang telah disebutkan sebelumnya. Ariyanto dan Marcella Santoso adalah pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi tersebut pada 19 Maret 2025, yang berbeda jauh dengan tuntutan jaksa.
Barang bukti yang ditemukan selama penggeledahan termasuk uang tunai dalam mata uang dolar Singapura dan dolar Amerika, serta aset berupa mobil dan sepeda motor. Penyidik telah menyita 40 lembar mata uang dolar Singapura pecahan 1.000 dan 125 lembar mata uang USD pecahan 100 dari rumah Muhammad Arif Nuryanta. Selain itu, 10 lembar dolar Singapura pecahan 100 dan 74 lembar dolar Singapura pecahan 50 disita dari rumah Ariyanto Bakri. Penyitaan juga mencakup 3 unit mobil, 21 unit sepeda motor, dan tujuh sepeda dari rumah Ariyanto Bakri, serta uang senilai USD360.000 atau sekitar Rp5,9 miliar dari rumah saksi AM.