Perangi Intoleransi Jadi Tanggung Jawab Bersama

Munculnya tindakan intoleransi di tengah masyarakat diyakini disebabkan semakin rapuhnya nilai-nilai sosial masyarakat.
Pengurus Gemayomi bertemu Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X guna meminta dukungan terhadap kegiatan mereka menyadarkan masyarakat akan pentingnya toleransi. (Foto: Tagar/Ratih Keswara)

Yogyakarta - Munculnya tindakan intoleransi di tengah masyarakat diyakini disebabkan semakin rapuhnya nilai-nilai sosial masyarakat sendiri. Untuk mengatasinya, dibutuhkan sebuah sikap bersama yang konsisten dari masyarakat maupun aparat pemerintah untuk memerangi intoleransi.

Hal inilah yang menjadi salah satu misi Gerakan Masyarakat Indonesia Menolak Intoleransi (Gemayomi) yang terbentuk di Yogyakarta. Menurut Pengurus Bidang Pendidikan Gemayomi, Lilik Krismantoro, tujuan utama dibentuknya Gemayomi hanya ada dua.

Pertama, melakukan investasi nilai dengan cara mengedukasi masyarakat untuk mengakui keberagaman yang ada. Kedua, mendapat pengakuan dari pemerintah.

“Kami ingin di tengah masyarakat bisa tumbuh kesadaran bahwa kita harus bersama-sama membangun nilai-nilai. Karena kami yakin, munculnya intoleransi sebenarnya karena mulai rapuhnya nilai-nilai sosial di masyarakat,” ujar Lilik di Gedhong Pare Anom, Komplek Kepatihan, Yogyakarta, Senin 16 September 2019.

Ditemui usai bertemu dengan Wakil Gubernur DIY, Lilik mengatakan, tanggung jawab terkait melawan intoleransi, bukan hanya sekedar hubungan horisontal antar masyarakat, tapi juga vertikal.

“Artinya kami juga butuh jaminan dari pemerintah, baik daerah maupun pusat. Aparat pemerintah harus bisa menjamin kebebasan masyarakat menjalankan hak-hak pribadinya, seperti beragama,” tegasnya.

Gemayomi berniat melebarkan sayap dengan menerima keinginan kelompok masyarakat di luar DIY yang punya keinginan bergabung untuk menyuarakan saling menghormati perbedaan di daerah lain.

Untuk semakin memantapkan gerakan masyarakat ini, Gemayomi yang dimulai sejak 2018 lalu ini akan menggelar Kongres Menolak Intoleransi pada 21 September 2019 mendatang di Yogyakarta.

"Kongres ini bertajuk Rajut Bhineka, Rajut Jiwa Merdeka. Kami telah mengundang berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, kelompok komunitas, gerakan pemuda, dan ormas-ormas,” imbuhnya.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengatakan, dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat akan toleransi, budaya bisa menjadi senjata ampuh. Dengan jalur budaya, penyelesaian terhadap persoalan intoleran juga bisa ditempuh.

“Ini karena budaya adalah alat yang dapat digunakan dalam melawan intoleran. Intoleran itu karena perilaku oknum, bukan merupakan budaya asli yang ada di masyarakat kita,” jelasnya. []

Baca juga:

Berita terkait
Program Gojek yang Hanya Diterapkan di Yogyakarta
Gojek menghadirkan sebuah program yang hanya diterapkan di Yogyakarta yang akan memanjakan para siswa.
Cerita Ojek Online Berpenumpang Hantu di Yogyakarta
Banyak ojek online di Yogyakarta yang tertipu dengan orderan fiktif yang ternyata pemesannya adalah hantu. Simak cerita driver ojol berikut.
Yogya Run Susuri Ragam Lokasi Wisata di Yogyakarta
Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada akan menggelar UGM FEBulous Run 2019 untuk menyehatkan warga Yogyakarta sekaligus mempromosikan wisata.