Yogyakarta - Standar Operasi Prosedur (SOP) pemakaman pasien meninggal karena positif terpapar wabah virus Corona atau Covid-19 dianjurkan dibungkus plastik dan menggunakan peti. Namun belakangan ini tak hanya pasien dengan penyakit menular, hampir semua jenazah menggunakan protokol tersebut. Mengapa demikian?
Driver ambulans PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, Rusdiyanto mengatakan sejak wabah virus Corona merabak di Indonesia termasuk di Yogyakarta, dirinya sering mengantar jenazah dengan peti. Padahal, jenazah tersebut tidak termasuk Pasien Dalam Pemantauan (PDP) maupun Orang Dalam Pemantauan (ODP) virus Corona.
"Akhir-akhir ini memang sering mengantar jenazah dengan protokol Covid-19. Meski yang meninggal tidak PDP," Rusdiyanto kepada Tagar, Minggu, 3 Mei 2020.
Menurut dia, belakang ini imbauannya kalau ada orang atau pasien yang meninggal yang belum jelas penyebabnya, maka dimandikan di rumah sakit. Dan rata-rata penguburan memang pakai peti," kata
Selian itu, bukan kabar baru ketika mendengar ada orang yang meninggal karena sakit lalu pihak keluarga ngotot minta dimandikan di rumah duka. Namun setelah sampai di kampung, warga sekitar menjadi riskan bahkan tidak ada yang mau mendekat karena takut.
Oleh karena itu, turun imbauan dari rumah sakit agar pasien yang meninggal dimandikan oleh petugas rumah sakit. "Kalau di RS petugas menggunakan baju pengaman APD jumlahnya dibatasi. Di kampung malah jadi berdesak-desakan," ujar Rusdiyanto.
Alasan penggunaan peti di luar pasien yang terjangkit Covid-19, agar petugas yang mengangkat jenazah tidak merasa khawatir. Penggunaan peti dirasa lebih aman dibandingkan tanpa peti. Saat ini, kata dia, persoalannya bukan tentang apa agamanya, melainkan keselamatan orang-orang yang ada di sekelilingnya.
"Sebagian besar orang meninggal apa lagi yang penyakit menular lebih aman pakai peti. Jadi kita yang mengangkat juga tidak khawatir," ucapnya.

Sejak pandemi Corona, mobilitas pekerjaanya menjemput dan mengantar jenazah dari rumah sakit cukup tinggi. Dalam sehari, Rusdiyanto bisa mengantar sekitar 4 sampai 5 kali pasien meninggal. Dan rata-rata jenazah sudah dimandikan di rumah sakit, saat diantar sudah dalam peti.
Keluh Kesah Penjual Peti Jenazah
Sementara itu seorang pedagang peti jenazah yang berada di jalan Brigjen Katamso, Kota Yogyakarta, Hartono, 55 tahun mengungkapkan, selama pandemi wabah virus Corona, tokonya menjual 20 sampai 25 unit peti. "Sekarang ada perubahan orang yang meninggal itu banyak pakai peti. Biasanya yang minta model berwarna putih (pakai kain)," ucapnya.
Satu unit peti dijual dari harga Rp 800 sampai dengan Rp 1 juta. Kendati demikian, penjualan peti di tokonya saat Corona relatif sepi. "Selama pandemi ini pemintaan peti sepi, yang ramai adalah toko yang punya relasi (kerja sama dengan rumah sakit)," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Iwing Endar Sukarnijan, 58 tahun, mengalami nasib yang sama. Meskipun peti jenazah ramai gunakan saat wabah Corona, namun tidak dengan penjualan peti di tokonya yang malah sepi pembeli dan orderan.
"Saya menjual satu peti seharga Rp 1 juta. Tapi lagi sepi pembeli sih. Yang ramai bukan di toko saya, mungkin di tempat lain," katanya. []
Baca Juga:
- Evakuasi Jenazah Terhalang Portal di Kulon Progo
- Sultan Ground untuk Makam Jenazah Covid-19 di Bantul
- Berapa Lama Virus Corona Bertahan di Jenazah?