Jakarta - Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan Indonesia yang memiliki wilayah luas dan penduduk yang tak sedikit seharusnya mempunyai grand design penanggulangan pandemi virus corona sejak awal. Akibatnya kini Covid-19 sudah tersebar hingga 34 provinsi dan kasusnya makin hari terus merangkak naik.
Efek lain yang ditimbulkan, kata dia, pemerintah pusat hingga ke daerah kewalahan menanggulangi kasus demi kasus, sementara kondisi ekonomi kedodoran imbas dari pendemi Covid-19. Ketika semuanya terjadi, akhirnya Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Status Bencana Nasional Covid-19.
"Sejak awal pemerintah harusnya sudah menetapkan grand design penanggulangannya, seandainya pada akhir 2019 atau awal tahun 2020 pemerintah sudah tanggap," kata Sukamta kepada Tagar, Rabu, 15 April 2020.
Terlebih WHO awal Maret juga menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. Jelas ini bukan perkara biasa.
Baca juga:
- Jusuf Kalla Turun Tangan di Proyek Antibodi Covid-19
- DPR Desak Mendikbud dan Menkominfo Gratiskan Internet
- KRL Stop Operasi, Luhut Cemas Warga Tak Bisa Traveling
Dampak telatnya grand design penanggulangan pandemi corona lainnya juga sudah terlihat. Sukamta mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini banyak dialami Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di banyak jenis industri.
"Pemerintah terlambat menetapkan status yang berskala masif dan nasional untuk menghadapi pandemi Covid-19 ini. Harusnya sejak awal ketika Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 dibentuk, dan berdasarkan kepada prediksi dan proyeksi penyebarannya, status bencana nasional segera ditetapkan, terlebih WHO awal Maret juga menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. Jelas ini bukan perkara biasa," ujarnya.
Politisi PKS ini menambahkan, belum jelasnya grand design pemerintah juga terlihat sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden No 12 tahun 2020 yang kenyataannya belum memenuhi kebutuhan. Termasuk UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 7 yang mengamanatkan bahwa penentuan dan pengaturan status bencana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), tidak cukup dengan Keppres.
"Implikasinya, status bencana nasional menjadi tidak jelas teknisnya. Keppres hanya memutuskan (besechking), sementara Perpres sifatnya mengatur (regeling). Maka, tidak jelaslah apa yang dimaksud bencana nasional itu, siapa saja yang berkoordinasi, anggaran dari mana saja, dan bagaimana langkah-langkah dalam status bencana nasional itu," kata dia.
Dia khawatir, ketakutan ini akan menjadi berlarut-larut apalagi dalam Keppres tersebut tidak disertakan indikator-indikatornya seperti jumlah korban, cakupan bencana, potensi kerugian. "Saya khawatir kegamangan ini akan berlarut-larut. Maka, saya mendorong agar pemerintah segera mengeluarkan Perpres tentang bencana nasional agar semua menjadi jelas panduannya," tutur Sukamta.