Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyatakan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya dua prajurit TNI dari Yonif R 400/BR, Pratu Roy Vebrianto dan Pratu Dedi Hamdani, akibat terjadinya baku tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Jumat (22 Januari 2021).
Menanggapi persoalan itu, Sukamta berharap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bergerak mengatasi permasalahan tersebut. Sebab, dia berpandangan bahwa pemerintah terkesan diam atas jatuhnya korban dari TNI yang bertugas di Papua.
Semestinya ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-Polri dan juga warga sipil. Kami berharap Pak Menhan Prabowo segera bergerak
"Korban berjatuhan dari pihak TNI masih saja terjadi, ini seakan ada pembiaran dari pemerintah. Seingat saya bulan November lalu ada 1 personil TNI gugur, kemudian masih di bulan ini ada 1 lagi yang gugur. Ini menunjukkan intensitas gangguan kamtibmas yang masih tinggi di Papua," kata Sukamta meneruskan keterangan yang diterima Tagar, Minggu, 24 Januari 2021.

"Semestinya ada upaya serius mengatasi hal ini supaya tidak ada lagi korban aparat TNI-Polri dan juga warga sipil. Kami berharap Pak Menhan Prabowo segera bergerak," kata dia menambahkan.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menyoroti pendekatan pemerintah dalam mengatasi KKB yang dianggap terlalu lunak, sehingga kelompok separatis masih leluasa bergerak melakukan serangan kepada aparat keamanan dan warga sipil.
"Selama ini penanganan KKB terkesan setengah hati. Coba bandingkan dengan Operasi Tinombala di Poso yang berhasil menumpas kelompok Santoso. Dalam operasi tersebut pemerintah kerahkan satuan tempur yang punya reputasi andal seperti Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, dan Kopassus secara bersamaan," ujarnya.
Dia berpandangan, hal tersebutlah yang tidak terlihat dari pemerintah dalam upaya tangani kelompok separatis di Papua.
"Dugaan saya pemerintah ragu-ragu dengan langkah lebih keras karena khawatir sorotan dunia internasional yang memandang masih adanya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua," tuturnya.
Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah untuk melakukan langkah penyelesaian masalah di Papua secara komprehensif dengan membentuk kementerian atau badan khusus soal Papua.
"kenaikan dana Otonomi Khusus sebesar 0,25 persen, tidak akan berarti apa-apa jika pemerintah tidak melakukan evaluasi secara total terhadap pelaksanaan otsus dan berbagai langkah yang selama ini dilakukan," katanya.
- Baca juga: Drone Negara Asing Masuk Wilayah Indonesia, PKS: Ini PR Menhan
- Baca juga: Kapal China di Laut Indonesia, DPR Minta Mahfud MD - Prabowo Tegas
"Alih-alih bisa selesaikan masalah, kenaikan anggaran bisa memperbesar peluang korupsi berjamaah. Pemerintah harus masuk pada akar masalah dan menyelesaikannya secara tuntas. Dan hal ini bisa dimulai dengan menata kelembagaan secara khusus untuk penanganan Papua," sambung Sukamta.[]