Jakarta - Ulama moderat adalah seorang yang memahami agama Islam dengan baik, termasuk di dalamnya menghargai keragaman, menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di tempat tertinggi. Doktor Ahmad Syafii Maarif akrab disapa Buya Syafii, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, ini dikenal sebagai ulama moderat. Ia menghargai keragaman bukan sekadar kata-kata, tapi benar-benar ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia ulama berlatar Suku Minang yang layak dijadikan panutan.
Profil Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syafii Maarif lahir di Sumpur Kudus, Sumatera Barat, 31 Mei 1935. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sederhana di perkampungan. Minatnya dalam dunia intelektual membuatnya bertekat untuk mengenyam pendidikan hingga tinggi.
Pendidikan dasarnya ditempuh di sekolah dasar dekat rumahnya dalam waktu singkat hanya lima tahun. Di kampungnya, ia juga tidak hanya sekolah umum, tetapi mengenyam sekolah agama di ibtidaiyah Muhammadiyah di dekat rumahnya.
Setelah lulus, Syafii melanjutkan pendidikan di sekolah lanjutan Muhammadiyah dan lulus dari Madrasah Muallimin Muhammadiyah Lintau, Sumatera Barat. Lulus dari sana, ia hijrah ke Yogyakarta untuk meneruskan ke jenjang SMA dan Madrasah Muallimin milik organisasi Muhamadiyah di Yogyakarta. Hal itu lantaran muallimin di Sumatera Barat tidak diakui.
Pada usia 21 tahun lulus muallimin, ia diharuskan mengabdi di pendidikan yang dikelola organisasi Muhammadiyah dan dikirim ke Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat untuk mengajar di sekolah Muhammadiyah. Setelah selesai pengabdiannya, ia kembali ke Jawa untuk meneruskan ke perguruan tinggi dengan mengambil jurusan sejarah di Universitas Cokroaminoto Surakarta, yang kini telah melebur menjadi Universitas Negeri Sebelas Maret Solo.
(Foto: Instagram/Buya Syafii Maarif)
Selain kuliah, Syafii juga harus bekerja untuk membiayai hidup dan kuliahnya, sebab saat itu kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Ia pun akhirnya mengajar di SMP dan SMA di daerah dekat kampusnya. Karena kesibukan dan gejolak politik saat itu, Syafii Maarif baru bisa menyelesaikan pada usia 29 tahun dengan gelar sarjana muda (BA).
Tidak lama kemudian, Syafii mengajar di Universitas Islam Yogyakarta sekaligus melanjutkan sarjana penuhnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta dalam bidang sejarah. Karena kecerdasannya, dalam waktu dua tahun ia sukses meraih gelar sarjana penuh (Drs).
Setelah menyandang gelar sarjana, Syafii sudah mulai menampakkan pemikiran-pemikiran akademisnya yang brilian. Untuk mempertajam wawasan intelektualnya, ia akhirnya meneruskan ke jenjang master dan doktor ke Amerika Serikat. Syafii mengambil jurusan sejarah pada program master di Departemen Sejarah Ohio University dan pemikiran Islam di Universitas Chicago, Amerika Serikat.
Kendati telah terbilang cukup sukses dalam dunia akademiis, tidak lantas membuat Syafii Ma'arif melupakan organisasi Muhammadiyah yang telah membimbingnya sejak kecil. Ia masih tetap aktif di organisasi pembaharu Islam ini hingga melambungkan namanya di kancah nasional pada awal lahirnya era reformasi tahun 1998. Saat itu, ia menggantikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais yang terjun ke politik praktis dengan mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN).
Marwah Muhammadiyah tetap terjaga sebagai organisasi dakwah tidak terserat ke politik. Di situlah peran Syafii Maarif dibutuhkan yang telah menduduki pucuk pimpinan Muhammadiyah pada 1998-2000. Dalam waktu dua tahun, Syafii Maarif berhasil membawa Muhammadiyah ke jalur khittahnya. Keberhasilannya tersebut membuat para peserta muktamar Muhammadiyah kembali meminta Syafii Maarif menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000-2005.

Usai tidak lagi menjabat ketua umum, Syafii tetap konsen pada perkembangan Muhammadiyah, Islam, dan Indonesia. Ia tetap memberikan masukan dan kritikan kepada sahabat dan kepada siapa pun dengan tulus. Untuk menguatkan pemikiran-pemikiran pluralisme, toleransi, kebangsaan, keislaman, sosialnya, didirikan lembaga Maarif Institute. Lembaga ini merekrut para intelektual muda dan memiliki kepedulian terhadap bangsa.
Dalam usianya yang semakin matang, pemikirian-pemikiran Syafii terus memberikan kontribusi untuk perbaikan bangsa dan negara. Bahkan, Presiden Joko Widodo pada awal tahun 2015, menawarkan posisi Dewan Pertimbangan Presiden, tapi ditolak dengan alasan memilih untuk independen. Maka, saat Presiden Jokowi memintanya untuk menjadi salah satu Tim Independen mengatasi konflik Polri-KPK, ia menyanggupinya dan sekaligus menjadi Ketua Tim Independen 2015.
Keluarga Ahmad Syafii Maarif
- Hj. Nurkhalifah (istri)
- Salman (anak)
- Ikhwan (anak)
- Mohammad Hafiz (anak)
Pendidikan Ahmad Syafii Maarif
- SR Negeri Sumpur Kudus, Sumatera Barat (1947)
- Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Sumpur Kudus, Sumatera Barat
- Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Lintau, Sumatera Barat
- Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, Yogyakarta (1956)
- BA, Fakultas Sejarah dan Kebudayaan Universitas Cokroaminoto Surakarta (1964)
- S1, Jurusan Sejarah, IKIP Yogyakarta (1968)
- S2, Jurusan Sejarah, Ohio University, Athens, Ohio, AS, (MA, 1980)
- S3, Pemikiran Islam, Universitas Chicago, Amerika Serikat, (Ph.D, 1983)
Karier Ahmad Syafii Maarif
- Guru di Sekolah Muhammadiyah, Lombok Timur, NTB (1957-)
- Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMP di Baturetno, Surakarta (1959-1963)
- Guru Bahasa Inggris dan Indonesia SMA Islam Surakarta (1963-1964)
- Dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (1964-1969)
- Dosen IKIP Yogyakarta (1967-1969)
- Asisten dosen paruh waktu Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (1969-1972)
- Asisten Dosen Sejarah Asia Tenggara IKIP Yogyakarta (1969-1972)
- Dosen paruh waktu Sejarah Asia Barat Daya IKIP Yogyakarta (1973-1976)
- Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1983-1990)
- Profesor tamu di University of Iowa, AS (1986)
- Dosen senior (paruh waktu) Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Kalijaga, Yogyakarta (1983-1990)
- Dosen senior (paruh waktu) di UII Yogyakarta (1984-1990)
- Dosen senior (paruh waktu) Sejarah Ideologi Politik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta (1987-1990)
- Dosen senior (pensyarah kanan) di Universitas Kebangsaan Malaysia (1990-1994)
- Dosen senior Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1992-1993)
- Profesor tamu di McGill University, Kanada (1992-1994)
- Profesor Filsafat Sejarah IKIP Yogyakarta (1996)
- Wakil Ketua PP Muhammadiyah (1995-1998)
- Ketua PP Muhammadiyah (1998-2000)
- Ketua PP Muhammadiyah (2000- 2005)
- Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia
- Pemimpin Redaksi majalah Suara Muhammadiyah Yogyakarta (1988-1990)
- Anggota Staf Ahli jurnal Ummul Qur'an (1988)
- MAARIF Institute for Culture and Humanity (2002)
- Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP). []
Baca juga:
- Profil Ade Armando, Dituding Dilindungi Rezim
- Wawancara Eksklusif Tagar dan Hanung Bramantyo Saat Pandemi