Jakarta - Komite Penggerak Nawacita mendukung aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah yang menolak rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebab, 14 pasal RKUHP yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai tidak rasional dan terkesan memaksakan kehendak.
"Tentunya kami juga mendukung adik-adik mahasiswa menolak revisi tersebut," ujar Juru Bicara Komite Penggerak Nawacita Dedi Mawardi di Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Agar aksi demonstrasi mahasiswa berhenti, Dedi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan hanya menunda pengesahan RKHUP, melainkan me-drop agenda pengesahan RKUHP di DPR. Sehingga, kata dia, tidak ada lagi gerakan mahasiswa yang menolak revisi tersebut.
"Kalau sudah didrop tentunya gerakan mahasiswa berhenti, tapi kalau masih ada gerakan mahasiswa menuntut berarti ada agenda lain dari gerakan itu," tutur Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi tersebut.

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia yang berdemonstrasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin, 23 September 2019 mengaku kecewa dan murka pada wakil rakyat.
Permintaan mereka terkait penolakan dua undang-undang produk DPR dan pemerintah yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak didengar oleh anggota DPR.
"Sekarang teman-teman lagi bertemu dengan Badan Legislasi. Mengecewakannya adalah, DPR tutup mulut dan tutup telinga," ujar Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dimas di pintu masuk DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Padahal, kata dia, pada Kamis, 19 September 2019, perwakilan mahasiswa dengan Sekjen DPR Indra Iskandar telah membuat empat poin kesepakatan terkait revisi UU KPK dan RKHUP. []