Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menilai pelaporan Relawan Jokowi Bersatu terhadap jurnalis Najwa Shihab tidak dapat dibiarkan, karena ia pandang dapat mencoreng kebebebasan berpendapat yang dijamin dalam undang-undang, serta merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kalau kebiasaan begini dibiarkan, bisa rusak kehidupan berbangsa, kebebasan berpendapat, kerukunan bersama-sama, dan bahkan keadilan dihacurkan," kata Jimly, Tagar kutip dari akun Twitter @JimlyAs, Rabu, 7 Oktober 2020.
Kalau dilayani merusak hukum dan ke depan mesti dievaluasi agar yang begini bisa dipidana penjeraan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu pun mempertanyakan motivasi orang yang melaporkan Najwa Shihab, karena sudah seenaknya mencatut nama pejabat. Sementara dalam hal ini Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto belum angkat bicara terkait keberatannya dalam monolog Najwa dengan kursi kosong Menkes.
Baca juga: Gegara Terawan, Relawan Jokowi Laporkan Najwa Shihab ke Polisi
"Apa kepentingan hukum orang begini untuk mengatasnamakan sikap pejabat? Kalau dilayani merusak hukum dan ke depan mesti dievaluasi agar yang begini bisa dipidana penjeraan," ujar Jimly.
Sementara, Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid membenarkan alasan pihak kepolisian, mengarahkan Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu Silvia Dewi untuk melaporkan presenter kondang Najwa Shihab ke Dewan Pers.
Relawan Jokowi Bersatu melaporkan Najwa Shihab presenter Mata Najwa ke polisi gegara wawancara kursi kosong Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. (foto: Antara/Fianda).
Pun Muannas melihat pembawa acara Mata Najwa itu tidak melanggar ketentuan hukum pidana dalam sesi monolog kursi kosong Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang dipertanyakan keberadaannya.
Baca juga: Relawan Jokowi Laporkan Najwa Shihab, Muannas Benarkan Polisi
Untuk skema paling memaksa, menurut dia, Silvia harus berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak Kementerian Kesehatan.
"Enggak ada pidananya. Kalau mau dipaksakan, pencemaran nama baik. Itu pun mesti ada kuasa dari Menkes. Polisi sudah betul," kata politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut di akun Twitter @muannas_alaidid, dilihat Tagar, Rabu, 7 Oktober 2020.
Seperti diketahui, pihak Relawan Jokowi Bersatu melaporkan Najwa Shihab ke Polda Metro Jaya (PMJ) dengan sangkaan telah melakukan dugaan cyber bullying gegara wawancara monolog dengan kursi kosong dokter Terawan.
Presenter Najwa Shihab. (Foto:Tagar/YouTube.com/Najwa Shihab)
Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu mengaku tersakiti dengan tindakan Najwa Shihab, lantaran dokter Terawan tidak hadir dalam acara itu namun tetap diwawancarai dan dijadikan parodi hingga disiarkan ke publik.
"Kejadian wawancara kursi kosong Najwa Shihab melukai hati kami sebagai pembela presiden. Parodi itu suatu tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara, khususnya menteri," kata Silvia di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa, 6 Oktober 2020.
Lebih lanjut ia berpendapat, dokter Terawan ia anggap sebagai representasi Presiden Jokowi. Maka itu, sebagai relawan, dirinya merasa tindakan Nana, sapaan akrab Najwa sudah di luar batas dan perlu dilaporkan ke polisi, supaya kejadian ini tidak terulang di kemudian hari.
Namun, laporan tersebut ditolak mentah-mentah karena ini di luar hukum pidana dan perdata. Lalu, polisi mengarahkan Relawan Jokowi tersebut untuk melaporkan kasus ini ke Dewan Pers, karena Najwa Shihab adalah seorang jurnalis, yang profesinya dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. "Diminta rekomendasi dan referensi (Dewan Pers). Contohnya Dewan Pers punya UU Pers mana saja pasal yang dilanggar. Kode etik mana yang dilanggar, gitu," katanya. []