Saya ingin mendahului tulisan pendek ini dengan menyampaikan kekhawatiran hati saya yang paling dalam. Jangan-jangan dampak kerusakan akibat ulah ugal-ugalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini terhadap ibu kota dan Indonesia jauh lebih berbahaya daripada dampak kerusakan oleh virus corona yang menakutkan. Sembari berharap ini hanya kekhawatiran saya pribadi dan bukan kekhawatiran anak-anak bangsa ini.
Covid-19 telah menjadi musuh dunia sejak mulai muncul akhir tahun lalu. Wuhan yang menjadi daerah munculnya virus mematikan ini, kini penduduknya telah bebas dari pengenaan masker dan tidak ada lagi virus corona terdeteksi di sana.
Berbeda dengan Jakarta, kota yang cukup besar, tapi lebih kecil dari Wuhan yang luas wilayahnya 13 kali kota Jakarta. Ada apa dengan Jakarta, yang mana pengakuan gubernur-nya dulu sudah mengetahui virus corona lebih awal, mengakui paling siap menghadapi corona, dan gubernur-nya satu-satunya di dunia yang bersyukur menemukan banyak positif Covid-19, seolah dia dengan meniup saja bisa menyembuhkan korban positif. Makanya temuan banyaknya positif Covid-19 patut disyukuri. Nies, bersyukur kok ugal-ugalan..?
Baca juga: Anies PSBB DKI, Budi Hartono Kasih Masukan ke Jokowi
PSBB transisi yang mengganti istilah new normal ala pemerintah pusat pun berlaku sejak Juni di Jakarta. Tampaknya, memang Anies selalu ingin berbeda dari Pusat, soal istilah saja tidak mau sama meski esensinya sama saja, atau mungkin Anies yang jago meracik kata-kata ini ingin menyalurkan kemampuannya sebagai ahli kata-kata.
PSBB transisi ternyata kebablasan dan berjalan ugal-ugalan di Jakarta. Bukannya melakukan hal-hal yang menekan penyebaran Covid-19, malah gubernur menciptakan klaster-klaster baru Covid-19 dengan kebijakannya yang ugal-ugalan.
Mungkin saja gubernur tidak tahu atau bahkan merasa pintar dengan kebijakannya bahwa itu tak akan menjadi klaster besar penyebaran Covid-19. Nies, saya kasih tahu lagi ya, kenapa saya pakai kata lagi? Karena hal ini sudah saya kasih tahu sejak lama, tapi kamu yang bandel.

Pembukaan car free day (CFD), mengizinkan demo kaum pendukungmu PA 212, memberi izin kerumunan politik kaum yang mengklaim diri Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), membuka Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) secara berkerumun, memberlakukan ganjil genap, dan membiarkan kerumunan sosial adalah contoh nyata kebijakan yang menciptakan klaster besar Covid-19. Jangan dibantah Nies, sekarang sudah terbukti positif Covid-19 di Jakarta melesat ribuan perhari.
Gaya ugal-ugalan Gubernur DK Jakarta kemudian mendadak merasa Jakarta darurat penyebaran Covid-19. Dengan gaya ugal-ugalan pula gubernur mendadak menarik rem darurat katanya. Sialnya, rem itu blong, hingga menabrak kesana kemari dan menabrak lumbung ekonomi bangsa ini, brukkkk....!! Rp 300 triliun terbang pergi karena takut jadi korban ugal-ugalan sang gubernur.
Sial betul nasib lumbung ekonomi karena Jakarta dipimpin oleh orang yang sok pintar, merasa hebat, merasa sukses di atas segala kegagalannya. Makkkk...! Ngeri kalipun ahhh..!! Gagal kok merasa sukses.
Kekonyolan tidak berakhir sampai di situ, gaya ugal-ugalan sang gubernur pun ditiru oleh para pendukungnya yang serba ugal-ugalan dalam berbicara, berpikir, dan bertindak. Serempak mereka mendukung PSSB, menutup kota, menghentikan aktivitas ekonomi. Padahal, mereka lah terduga kaum pencipta klaster Covid-19 dengan demo-demo dan kerumunan politiknya.
Baca juga: Gerindra: Aneh Jika Ada Menteri Kritik PSBB Anies
Hei bung..!! Ini bukan soal kata-kata manis rajutan sang gubernur yang membingkai kebijakan ugal-ugalannya dengan kata demi keselamatan nyawa warga Jakarta.
Hmmmm..!! Andai saja Anies peduli dengan nyawa warga Jakarta, maka kita tak akan melihat demo di Jakarta, tak melihat kerumunan politik, tak melihat kerumunan sosial, tak melihat ganjil genap, dan tak melihat Pemerintah Daerah yang membiarkan warga beraktivitas tanpa protokol kesehatan.
Nies..!! Rem darurat yang kau tarik itu ternyata blong..! Tak menghentikan laju, tapi malah menabrak kesana kemari. Apa tidak sebaiknya Anda mundur? Biar Jakarta diurus orang yang mampu bekerja, karena Jakarta memang tak butuh kata-kata, tapi butuh kerja nyata. Sepertinya saya lebih mampu urus Jakarta dari Anda. Hahahahahah ini candaan kesal Nies..!!