Jakarta - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menyiapkan blueprint atau cetak biru sebelum merencanakan pembentukan holding BUMN asuransi atau dana pensiun. "Sebenarnya apa pun kebijakan yang akan diambil pemerintah, harus punya blueprint yang komprehensif, jadi bia ada satu guidance. Itu mau diapakan, perbaikan tata kelolanya seperti apa," katanya kepada Tagar, Rabu, 8 Januari 2020.
Menurutnya, yang menjadi salah satu masalah di BUMN ini adalah seolah-olah BUMN itu mempunyai manajemen sendiri. Artinya, BUMN mengembangkan lini bisnisnya sendiri. Jadi, ada kesan BUMN tidak berkembang sesuai dengan core business (bisnis inti), padahal mereka banyak yang melakukan bisnis yang sama. "Contohnya bisa dilihat dari BUMN kaya, hampir semua punya usaha di bidang beton," ucap Enny.
BUMN disinerjikan jadi lebih efisien
Ennny mengatakan sebenarnya kalau BUMN yang mempunyai lini bisnis sama disinerjikan akan menjadi lebih efisien. Soal bentuk polanya seperti apa, perlu konsep yang jelas. "Jadi menurut saya, blueprint dan pengembangan tata kelola BUMN itu menjadi penting, agar nanti kebijakan pembenahan BUMN dalam satu arah yang jelas," ucapnya.
Soal mencuatnya nama PT ASABRI dan PT Taspen yang akan disebut-sebut berpeluang menjadi holding BUMN dana pensiun, Enny menyebutkan, sebenarnya apa yang dikelola oleh ASABRI dan Taspen sama-sama bersumber dari APBN. Kalau sama-sama mengelola dana pensiun, seharusnya formulasi dan mekanismenya sama. Tapi selama ini masing-masing BUMN menjadi perpanjangan sektor masing-masing. Jadi kalau ASABRI seolah-olah hanya untuk TNI dan Polri, sementara Taspen untuk sipil. Padahal dalam tupoksinya sama-sama mengelola dana pensiun," katanya.

Merger lebih menguntungkan dibandingkan holding
Ia menambahkan yang menjadi pertanyaan adalah bagaiamana tata kelolanya karena selama ini manajemennya berbeda. Nanti kalau sudah ada blueprint, orang tidak akan bertanya posisi ASABRI seperti apa dan Taspen sepeti apa. "Disinilah pentingnya memahami business nature. Kalau tidak berbeda nyata mestinya merger akan jauh lebih menguntungkan dibandingkan holding karena lebih kuat," jelas Enny.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir pernah mengatakan Kementerian BUMN akan membentuk holding BUMN asuransi tahun depan. Pembentukan holding ini merupakan bagian dari restrukturisasi sebagai upaya penyelamatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). "Supaya nanti ada cash flow, selain itu juga membantu nasabah yang belum mendapat kepastian," katanya beberapa waktu lalu.
Rencana sudah sejak lama
Sejarah pembentukan holding BUMN Indonesia sudah hadir sejak lama. Rencana pembentukan holding sudah meluncur sejak era orde baru, tepatnya tahun 1998. Saat itu Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng, mencetuskan ide holdingisasi BUMN untuk menciptakan BUMN yang kuat, yang fokus pada proses bisnis, mulai dari hulu ke hilir.
Tanri Abeng mengusulkan pembentukan 5 holding BUMN, yakni holding perusahaan energi dan tambang, holding perusahaan Infrastruktur, holding perusahaan finansial, holding BUMN semen dan konstruksi, dan holding perusahaan pupuk juga perkebunan.
Namun dari semua rencana yang dicanangkan itu, ada yang telah terbentuk dan ada juga yang masih dalam tahapan pembahasan. Salah satu holding BUMN yang sudah terbentuk adalah holding BUMN di sektor pertambangan.
Pada era kepemimpina Presiden Joko Widodo atau Jokowi periode 2014-2019, telah mencanangkan rencana menyelesaikan holdingisasi di bidang infrastruktur dan juga konstruksi serta holding BUMN Pengembangan Perumahan dan Kawasan tengah, namun hingga kini belum juga terealisasi.
Selain itu, mantan Menteri BUMN Rini Soemarno juga mengupayakan pembentukan holding penerbangan, hingga kini belum semua terbentuk. Padahal Presiden Jokowi menargetkan 6 holding lain dapat terbentuk pada tahun 2019, yaitu holding BUMN keuangan, asuransi, farmasi, pelabuhan, semen, dan juga pertahanan.[]