Jakarta – Pengamat Politik President University Mohamad As Hikam menanggapi pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang kini menjadi kontroversi di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Ia mengatakan bahwa ucapan Menang terkait Kementerian Agama (Kemenang) hadiah khusus untuk Nahdlatul Ulama (NU) harus dilihat dari stegmen publik yang sedang berkembang saat ini.
"Kalau dilihat dari stegmen publik yang harus di lihat itu bagaimana respon publik terhadap apa yang di ujaran yang bisa di kemukakan, sehingga reaksi tentu tidak hanya satu apapun yang di ucapkan seseorang apalagi ucapan publik di republik indonesia yang saat ini di alami berbagai dinamika," ucap Mohamad As Hikam dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, dilihat Senin, 1 November 2021.
Ibarat ada seseorang yang mengucapkan ayam bisa jadi yang mendengarkannya itu menafsirkan lain maksud dari ayam itu bukan binatang ini yang dimaksudnya.

Menurut Hikam, Gus Yaqut mempunyai pemikiran-pemikiran yang cukup fenomenal misalnya, seperti soal borobudur dan soal pohon natal pada kesempatan seperti ini digunakan sebagai alat untuk memukul Gus Yaqut.
- Baca Juga: Rayakan Hari Santri, Menag: Santri Harus Percaya Diri
- Baca Juga: Pedoman Peringatan Hari Besar Keagamaan di Masa Pandemi Covid-19
“Soal salah bicara ini ada konteksnya dan juga ada semacam bingkainya tidak kemana-mana, karna nanti akan ketahuan bahwa Gus Yaqut itu bukan hanya itu tapi juga macam-macam ada positifnya bagi perkembangan kementrian agama sendiri, perkembangan dinamika ke NU’an, perkembangan dinamika dari relasi umat beragama dan bakti bangsa," cap Hikam.
Mengenai ucapan Gus Yaqut, menurut Hikam Kemanag harus menjadi Kementerian dari semua umat beragama sangat inklusif. Namun, bagi kelompok yang tidak suka dengan ide itu pasti akan berhadapan stegmen yang keliru dalam pengertian karna menjadi masalah yang di diskusikan oleh publik.
“Di dalam private kita ini doang kadang-kadang kita bicara hal-hal yang seperti sesuatu yang sangat terkait identitas kita, kalau kita di keluarga misalnya private yang tidak kemudian jadi bahan wacana publik kita ngomong tentang hak seseorang, tentang suku seseorang, tentang agama orang itu kan hak private juga," katanya.
Menurutnya, pernyataan Menag dapat ditafrsirkan macam-macam oleh publik, tergantung siapa yang mendengarkannya, karena semua orang bisa saja berbeda penafsiran.
"Ibarat ada seseorang yang mengucapkan ayam, bisa jadi yang mendengarkannya itu menafsirkan lain maksud dari ayam itu bukan binatang ini yang dimaksudnya," ucap Hikam.
- Baca Juga: Kemenag Salurkan 3,6 Juta Paket Data Internet
- Baca Juga: Menag: Pemda Diharapkan Bisa Alokasikan Dana Bagi Pesantren
Ia mengatakan pertarungan di publik ini yang kadang-kadang ikut menentukan, oleh karena itu, menurutnya Menag tidak bisa mengelak masalah ini.
"Bahkan kalau menurut saya kalau kita mau mendiskusikan harusnya Gus Yaqut mau dan mau juga mendengarkan analisa-analisa yang berbeda," ucapnya.
(Emilya Rahmawati)