Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly merespons kabar John Kei yang baru 5 bulan mendapat program pembebasan bersyarat malahan 'kumat lagi', alias kembali tersandung kasus hukum lantaran melakukan tindakan penyerangan dan penganiayaan di Tangerang dan Jakarta Barat, Minggu, 21 Juni 2020.
"Kita menyesalkan kejadian ini. Dulunya sebelum kita bebaskan baik sudah ini, tiba-tiba mungkin entah lah apa yang membuat ini. Kalau betul nanti dia terlibat, kita serahkan dulu ke Polisi, kita tunggu dulu Polisi bagaimana status beliau," ucap Yasonna usai rapat, di Kompleks Parlemen DPR Senayan, Jakarta, Senin, 22 Juni 2020.
Yasonna: Jadi dia (John Kei) nanti di samping menjalankan hukuman lama ditambah dengan tindak pidana baru.
Sebelumnya, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 723K/PID/2013, John Kei divonis 16 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana. Namun, John mendapat total remisi 36 bulan 30 hari dan semestinya bisa bebas murni pada 31 Maret 2025.
Baca juga: Polisi Jawab Isu Baku Tembak saat Bekuk John Kei
Setelah memenuhi persyaratan, John Kei mendapatkan program pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM pada 26 Desember 2019. Mengenai hal tersebut Yasonna bersikeras tetap menunggu penetapan status John Kei dari pihak kepolisian.
"Kita kan menganut asas praduga tak bersalah. Kalau Polisi nyatakan tersangka maka dia sudah melanggar ketentuan pembebasan bersyarat. Jadi dia (John Kei) nanti di samping menjalankan hukuman lama ditambah dengan tindak pidana baru," katanya.

Politisi PDI Perjuangan itu juga menuturkan, sebelum menerima pembebasan bersyarat, sepengetahuannya John Kei bersikap dan berperilaku baik selama mendekam di Nusakambangan.
Menanggapi kasus ini, Direktur Indonesia Political Review Ujang Komarudin meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memanggil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly terkait kebijakan pemberian remisi terhadap narapidana yang kemudian kembali berulah alias 'kumat lagi'.
Diketahui Eks Napi John Kei kembali melakukan penyerangan brutal di Perumahan Green Lake City, Tangerang dan Duri Kosambi, Jakarta Barat pada Minggu, 21 juni 2020. Padahal, dia belum genap enam bulan bebas bersyarat.
Baca juga: DPR Harus Panggil Menkumham Soal John Kei Berulah
"DPR harusnya memanggil Menkumham untuk meminta penjelasan terkait kebijakan asimilasi yang selama ini dikeluarkannya. Karena ternyata asimilasi dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk berbuat hal yang negatif ketika sudah keluar LP (lembaga pemasyarakatan)," kata Ujang saat dihubungi Tagar, Senin malam, 22 Juni 2020.
Ujang mengatakan Yasonna seharusnya menimbang semua sisi sebelum memberikankan kebijakan keringanan hukuman dengan mempertimbangkan berbagai aspek.
"Semua sisi harus dipertimbangkan oleh Menkumham dalam memutuskan kebijakan asimilasi atau remisi seseorang. Semua hal harus dipertimbangkan. Termasuk tindak tanduk dan perilaku napi di dalam LP maupun sebelum masuk LP," ujar dosen komunikasi politik Universitas Al Azhar Indonesia itu.
Penyidik Polda Metro Jaya telah menetapkan John Kei dan 29 anggota kelompoknya sebagai tersangka. Barang bukti yang turut disita petugas antara lain 28 buah tombak, 24 buah senjata tajam, 2 buah ketapel panah, 3 buah anak panah, 2 buah stik bisbol, dan 17 buah ponsel.
Akibat perbuatannya, John Kei dijerat pasal berlapis di antaranya Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang permufakatan jahat, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengerusakaan, dan Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun dan atau pidana mati. []