Kejaksaan Agung telah menetapkan Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah. Kecurangan yang dilakukan oleh direksi anak usaha PT Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023 diperkirakan telah merugikan negara hampir Rp 200 triliun. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa kerugian keuangan negara mencapai sekitar Rp 193,7 triliun.
Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga petinggi Pertamina lainnya dan tiga pemimpin perusahaan swasta. Mereka dituduh melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penetapan ini merupakan langkah serius dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor energi nasional.
Riva Siahaan menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina Patra Niaga sejak 14 Juli 2023, menggantikan Alfian Nasution. Berdasarkan laporan kekayaan yang disampaikan pada 31 Maret 2024, Riva memiliki harta kekayaan bersih senilai Rp 18,9 miliar. Jumlah ini mengalami peningkatan signifikan dari laporan tahun 2022 sebesar Rp 9,3 miliar. Pada 2021, kekayaan Riva tercatat sebesar Rp 5,2 miliar, dan pada 2020 sebesar Rp 4,1 miliar.
Harta kekayaan Riva terdiri dari tiga aset berupa tanah dan bangunan di Kota Tangerang Selatan, dengan total nilai Rp 7,75 miliar. Dia juga memiliki lima kendaraan bermotor, termasuk mobil mewah seperti Toyota Vellfire dan Lexus Rx350, dengan total nilai Rp 2,9 miliar. Selain itu, Riva memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 808 juta, surat berharga senilai Rp 1,5 miliar, dan kas serta setara kas senilai Rp 8,685 miliar. Total harta kekayaan Riva sebenarnya mencapai Rp 21,6 miliar, namun setelah dikurangi utang sebesar Rp 2,65 miliar, harta kekayaan bersihnya adalah Rp 18,9 miliar.
Penetapan Riva Siahaan sebagai tersangka ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memerangi korupsi, terutama di sektor strategis seperti energi. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi para pejabat dan pengusaha untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara.