Pematangsiantar - Saat azan Asar berkumandang, ratusan mahasiswa yang menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, penolak RKUHP mendadak hening.
Kala itu mahasiswa secara bergantian berorasi di depan perwakilan anggota DPRD dan Wakil Wali Kota Pematangsiantar yang menemui dan duduk bersama dengan ratusan mahasiswa.
Kumandang azan Asar kemudian menghentikan orasi mahasiswa. Orator menurunkan pengeras suara dan mengimbau para peserta aksi agar hening.
"Berhenti dulu, Azan. Kawan-kawan agar tenang," celetuk peserta aksi, Kamis 26 September 2019.
Ratusan peserta aksi tergabung dari berbagai kampus di Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun berkumpul di depan kantor Pemerintahan Kota (Pemko) Pematangsiantar dan berjalan menuju kantor DPRD di Jalan Haji Adam Malik pada Kamis 26 September 2019.
Di hadapan anggota DPRD berserta Wakil Wali Kota Togar Sitorus mahasiswa meminta Pemko dan DPRD menandatangani petisi menolak RKHUP yang dianggap bermasalah untuk kemudian menyerahkan kepada DPR RI.
Koordinator aksi, Galaksi menyampaikan sikap menghargai antar umat beragama adalah hal yang biasa dan telah menjadi budaya Kota Pematangsiantar.
Senang dapat membela kepentingan masyarakat karena gerakan mahasiswa adalah gerakan moral
"Siantar adalah kota tolerasi maka saat azan kami hentikan orasi dan melanjutkannya usai azan," ungkap Galaksi.
Salah satu peserta aksi Hairuman merasa senang dengan sikap mahasiswa sehingga aksi berjalanan baik dan damai.
"Senang dapat membela kepentingan masyarakat karena gerakan mahasiswa adalah gerakan moral maka harus dilakukan dengan santun dan beretika," tuturnya.
Sebelum aksi berakhir, dilakukan penandatangganan petisi penolakan RKUHP oleh Ketua DPRD, Wakil Wali Kota dan Kapolres Kota Pematangsiantar.
Sebelum membubarkan diri mahasiswa menyampaikan, akan menggelar aksi yang lebih besar jika tuntutan mahasiswa tidak dipenuhi.
Adapun tuntutan mahasiwa di antaranya, meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK, meminta DPR RI membatalkan RUU yang dianggap bermasalah, meminta pemerintah mengusut perusak lingkungan dan kebakaran hutan.
Kemudian, menolak pasal-pasal dalam RUU Agraria yang merugikan rakyat. Menolak RUU yang merugikan buruh dan mendorong demokrasi di Indonesia agar lebih terbuka.[]