Jakarta- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berhasil mengidentifikasikan kerugian negara atas penempatan dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) pada instrumen saham dan reksadana. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan Jiwasraya dianggap telah melakukan kesalahan dengan menempatkan dana nasabah pada instrumen investasi yang berisiko tinggi. Jiwasraya diketahui melakukan investasi pada saham-saham perusahaan yang berkualitas rendah.
Dalam praktiknya, analisa pembelian dan penjualan saham tidak didasarkan atas data yang valid dan objektif. Kemudian Jiwasraya juga melakukan aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan guna menghindari pencatatan unrealized loss.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna (kiri) bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin (kanan) memaparkan kasus PT Asuransi Jiwasraya di Kantor Pusat BPK, Jakarta Pusat, Rabu, 8 Januari 2020. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)
Indikasi sementara kerugian transaksi saham Rp 4 triliun
Lalu, lingkup transaksi yang dilakukan masih dalam grup yang sama, sehingga diduga ada dana perusahaan yang dikeluarkan secara tidak wajar. "Jual beli saham tersebut diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang terafiliasi dan dilakukan dengan mereka yang seharga, sehingga harga transaksi tidak mencerminkan harga yang sebenarnya," ujar Agung.
BPK menyebut indikasi sementara atas kerugian transaksi saham diperkirakan sekitar Rp 4 triliun. Ada pun, pada posisi per 30 Juni 2018, Jiwasraya tercatat memiliki sekitar 28 produk reksadana. Dari jumlah tersebut, 20 produk reksadana mengambil porsi sekitar 95 persen dari total dana yang ditempatkan pada instrumen ini. Parahnya, sebagian besar produk reksadana itu memiliki kualitas rendah dan dan tidak likuid.
Baca Juga: Jiwasraya Seret Rini Soemarno, Apa Kata Jaksa Agung?
Dalam investasi reksadana, BPK menemukan penyimpangan berupa penunjukan analis manager investasi yang tidak dilakukan secara memadai. Diduga terjadi perekayasaan terhadap manajer investasi agar seolah-olah mempunyai kinerja yang baik sehingga dapat dipilih Jiwasraya untuk menempatkan dananya. "Indikasi sementara kerugian atas penurunan nilai saham pada reksadana ini diperkirakan mencapi Rp 6,4 triliun," pungkas Agung.

Kerugian sejak 2006
Sebelumnya Agung mengatakan Jiwasraya sebenarnya telah mengalami kerugian sejak 2006. Namun, jajaran direksi lama Jiwasraya diduga melakukan rekayasa akuntansi atau window dressing dalam pelaporan aktivitas keuangan tahunan perseroan. Jajaran direksi lama Jiwasraya malah memberikan laporan keuangan yang tidak nyata guna memberikan efek prestasi berupa pencapaian laba. "Meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba, laba tersebut merupakan laba semu," ujarnya.
Baca Juga: Periksa Jiwasraya Sejak 2016, BPK Ungkap 16 Temuan
Agung membeberkan salah satu contoh window dressing yang dilakukan Jiwasraya ada dalam laporan keuangan Jiwasraya periode 2017. Dalam laporan perseroan dinyatakan bahwa Jiwasraya meraup laba sekitar Rp 360,3 miliar. Padahal, cuan (keuntungan) tersebut didapat dari hasil pengurangan dana pencadangan kerugian yang seharusnya tidak dimasukan dalam post laba.
Pencadangan itu, menurut Agung semestinya digunakan untuk menambal beban utang maupun risiko pembayaran kewajiban keuangan lainnya. "Akibat dari hal tersebut kemudian ada kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun," tuturnya.[]