Salmia, Pejuang Pemilu 2019 di Gowa

Salmia, Pejuang Pemilu 2019 di Gowa, bisa menjadi inspirasi, bahwa kerja menjadi penyelenggara pemilu adalah kerja iklas
Salmia bersama anggota KPPS saat perhitungan suara di TPS 06 Desa Katangka, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Minggu 28 April 2019. (Foto: Tagar/Afrilian Cahaya Putri)

Gowa - Menjadi bagian dari penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 tentu menyimpan kisah tersendiri bagi setiap anggota, baik itu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemunggutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Mereka yang tergabung didalam tiga unsur tersebut adalah yang memiliki integritas dan latar belakang yang baik, serta memiliki kemampuan yang memadai, juga bersedia mematuhi norma yang berlaku.

Kisah Salmia warga Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan ini bisa menjadi inspirasi, bahwa bekerja menjadi penyelenggara adalah kerja ikhlas.

Diakui Salmia, jika membandingkan antara pekerjaan menjadi penyelenggara pemilu tahun ini yang pekerjaannya menguras tenaga dengan honor Rp 800.000 per bulan tentu tidak sebanding.

Tetapi kata Salmia, saat awal perekrutan PPS di Kabupaten, dirinya diberitahu untuk tidak  berharap dengan honor. Karena dengan bergabung di KPU sebagai penyelenggara, dirinya ditekankan untuk siap kerja ikhlas.

"Kalau menurut saya dengan honor segitu tentu itu kurang atau tidak sebanding. Karena pekerjaan ini sangat memutar otak, apalagi saat pengimputan data jauh hari sebelum pemilu.
Tetapi sekali lagi, bekerja sebagai penyelenggara itu kita memang dituntut untuk kerja ikhlas, bahkan jangan terlalu berharaplah dari honor, sehingga serumit apapun kerja kita, tidak menuntut untuk penambahan honor," tutur Salmia pada Minggu 28 April 2019.

Kepada Tagar, Salmia menceritakan suka dan duka menjadi penyelenggara pemilu 2019. Mengingat gadis 24 tahun ini baru pertama kali menjadi bagian dari anggota penyelenggara.

"Satu keluhanku jelang hari H, lambat sekali logistik sampai. Selain itu banyak sekali berkas-berkas isian yang belum pernah kami sebagai PPS pelajari sebelumnya. Tidak pernah bimtek, bagaimana saya bisa memberi tahu KPPS kalau mereka bertanya? Saya tidak tahu mau bilang apa, karena banyak sekali jenis kertas yang PPS tidak tahu itu," keluhnya.

Lanjut Salmia, Pemilu kali ini diakui sangat bermanfaat baginya. Mengingat dirinya  baru saja berdomisili di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

"Dengan bergabungnya saya sebagai penyelenggara, jadi tahu dan terlibat langsung dalam pendataan penduduk, dan lebih banyak tahu terkait jumlah warga," terangnya.

"Kalau dukanya, pertama karena saya orang baru dan tidak tahu bahasa Makassar tentunya menjadi kendala tersendiri buat saya," tambahnya.

Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini juga menyesalkan ketika ada salah satu diantara anggota PPS yang kurang aktif dalam bekerja. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan bertiga, malah harus dikerjakan dua orang saja.

"Saya sangat menyesalkan jika ada diantara kita yang kurang aktif dalam bekerja. Sehingga pekerjaan yang seharusnya dikerjakan untuk tiga orang atau satu tim ini malah hanya dikerjakan dua orang saja karena satu orang itu tidak aktif," sesalnya.

Sehingga Salmia berharap dalam perekrutan penyelenggara berikutnya, KPU Gowa tidak hanya melakukan seleksi melalui berkas dan wawancara saja, tetapi KPU harus mensurvei calon penyelenggara tersebut dalam hal kemampuannya bekerja tim. Sebut saja  Kemampuan menguasai teknologi seperti komputer, atau teknologi lain yang mendukung kerja-kerja penyelenggara di lapangan.

"Karena di TPS saya saja ada satu PPS di desaku orang tua semua. Tidak tahu menggunakan komputer, tidak aktif menggunakan smarphone, dan tentunya itu menjadi salah satu kendala dalam kerja-kerja PPS. Selain itu, tidak bekerja tapi tetap terima gaji,"cerita Salmia

Mantan Kohati Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Gowa Raya ini juga menuturkan, Pemilu 2019  menjadi contoh untuk penyelenggara pada pesta demokrasi berikutnya. Sistem seperti ini menurutnya perlu dipertimbangkan lagi, mengingat banyaknya korban berjatuhan karena sejumlah faktor dalam penyelenggaraan ini, entah itu kelelahan atau faktor lainnya.

"Jadi menurutku, KPU harus betul-betul teliti dalam seleksi penyelenggara berikutnya. Jangan karena punya keluarga atau kenalan sehingga mengesampingkan apa yang sebenarnya menjadi prioritas syarat menjadi seorang penyelenggara pemilu," pungkasnya. []

Baca juga:

Berita terkait