SD Gunung Kidul Revisi Aturan Seragam Muslim

Pihak sekolah mencabut dan merevisi surat edaran siswa wajib berseragam busana muslim di SDN Karangtengah III Gunung Kidul.
Di sela-sela rapat kerja Komisi A DPRD DIY dengan Bakesbangpol, juga membahas perihal surat edaran seragam busana muslim yang dikeluarkan Kepala SDN Karangtengah III, Selasa 25 Juni 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Gunung Kidul - Surat edaran siswa wajib berseragam busana muslim di SDN Karangtengah III Gunung Kidul viral di media sosial. Pihak sekolah mengaku salah terhadap surat tertanggal 18 Juni 2019 itu. Pihak sekolah mencabutnya dan merevisi surat edaran itu.

Revisi surat sudah dibuat, tertanggal 24 Juni 2019. Berikut bunyi revisinya:

"Memperhatikan saran dan masukan dari berbagai pihak dan untuk menjamin pemberian hak kepada peserta didik maka kami mencabut surat edaran tertanggal 18 Juni 2019 yang mengatur tentang pemakaian seragam.

Selanjutnya pemakaian seragam kami atur sebagai berikut untuk tahun ajaran 2019/2020: peserta didik baru yang beragama Islam dianjurkan mengenakan seragam dengan pemakaian muslim dianjurkan. Kami tidak menekan, ditaati boleh tidak pun tidak masalah.

Bagi siswa kelas 2-6 belum dianjurkan. Namun bagi siswa yang ingin berganti seragam dianjurkan memakai seragam muslim.

Kepala SDN Karangtengah III Pujiastuti mengatakan, surat edaran tertanggal 18 Juni 2018 sudah resmi dicabut. "Kami menyadari kesalahan penggunaan kata. Yang jelas, Surat edaran tidak ada tendensi mendiskriminasi murid non muslim. Betul," kata dia, Selasa 25 Juni 2019.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora DIY) Kadarmanta Baskara Aji ikut mengomentari surat edaran yang viral itu. "Itu kesalahan kepala sekolah yang sudah mengesahkan aturan tersebut," kata Aji, sapaan akrabnya.

Surat edaran tersebut berdasarkan rapat antara pihak sekolah dengan wali murid. Namun, tetap saja hal tersebut tidak bisa dibenarkan. "Aturan sudah dibuat, tapi belum dijalankan karena untuk tahun ini (tahun ajaran 2019/2020), tetapi aturan itu tetap tidak bisa dibenarkan," kata dia.

Aji mengatakan, sudah berkoordinasi dengan Diskpora Kabupaten Gunung Kidul untuk menindaklanjuti surat edaran itu. "Untuk sanksi yang berwenang memberikan dari Disdikpora Gunung Kidul," ujar dia.

Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, pembinaan dan tanggung jawab untuk sekolah tingkat SD-SMP berada di Disdikpora kabupaten/kota. Untuk sekolah tingkat SMA/SMK pembinaan dipegang Disdikpora Provinsi.

Namun demikian, Aji menegaskan, tetap berharap aturan seragam seperti terjadi di SDN Karangtengah III itu tidak terjadi di tempat lain. "Mari ikut mensosialisasikan agar aturan seragam tidak terjadi di tempat lain. Kita juga mensosialisasikan di tingkat menengah (SMA/SMK)," kata dia.

Surat edaran perihal seragam yang viral itu, juga menjadi perhatian publik DPRD DIY. Komisi A saat rapat kerja bersama Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) DIY, Selasa 25 Juni 2019, juga menyempatkan membahasnya.

Komisi A DPRD DIY meminta Kepala SDN Karangtengah III mencabut revisi surat edaran tertanggal 24 Juni 2019 tentang seragam sekolah. "Surat edaran 18 Juni sudah dicabut. Kami minta surat revisinya tertanggal 24 Juni 2019 juga dicabut," kata Ketua Komisi A Eko Suwanto.

Politikus PDI Perjuangan ini juga meminta selain mencabut surat edaran, juga meminta pihak sekolah menyelesaikan permasalahannya dengan dialog untuk meredam gejolak. "Agar masyarakat Gunung Kidul tetap tenang, tidak ada polemik," ungkapnya.

Eko mengatakan, Provinsi DIY merupakan daerah yang selalu menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tercantum di dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Sedangkan surat edaran tentang seragam sekolah itu berseberangan dengan falsafah bangsa Indonesia.

Anggota Komisi A yang lain, Slamet mengatakan, kepala sekolah tidak patut menerbitkan surat edaran terkait aturan apa pun, termasuk seragam sekolah. "Mestinya yang mengeluarkan (surat edaran) setingkat menteri atau gubernur," kata dia.

Apalagi, kata Slamet, surat edaran yang diterbitkan kepala sekolah merupakan hal yang sensitif. Ibaratnya memancing di air keruh. "Ini kan sensitif, menimbulkan gejolak," tutur dia.

Politikus Partai Golkar dari Dapil Gunung Kidul ini meminta agar kepala sekolah meminta maaf atas surat edaran yang diterbitkan. Agar tidak menjadi polemik berkepanjangan segera membatalkan surat edaran versi revisi tertanggal 24 Juni 2019.

"Itu (surat edaran) sudah menjadi perdebatan di media sosial, agar tidak meluas di dunia nyata, kepala sekolah segera minta maaf, berdialog agar tidak menjadi perdebatan yang berkepanjangan," ujar Slamet. 

Baca juga: 

Berita terkait
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.