Selama Januari 2018, Terjadi 6 Kasus Incest di Tobasa, Arist Merdeka: Gereja Gagal

Gereja tidak sensitif menanggapi kasus-kasus ini dan bahkan cenderung tidak mau tahu. Bisakah kita bilang muncul Sodom dan Gomorah? Ya, sangat mungkin.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait (Foto: Fetra Tumanggor)

Jakarta,  (Tagar 22/2/2018) - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait mengatakan saat ini Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) mengalami krisis moral dan darurat kekerasan seksual terhadap anak karena banyaknya kasus kekerasan seksual di daerah ini.

Arist menyebutkan, berdasarkan laporan Polres Tobasa, sepanjang Januari 2018 saja telah ditemukan fakta ada enam kasus kekerasan seksual dalam bentuk hubungan seksual sedarah (incest) yang dilakukan oleh orang terdekat korban.

"Angka ini dikuatirkan akan terus meningkat jika dibanding dengan 29 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun 2017 di Tobasa," kata Arist.

Arist tak habis pikir, Kabupaten Tobasa yang dikenal dengan penduduknya yang religius dan banyaknya gereja yang berdiri, kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa terjadi dalam jumlah yang signifikan.

Menurut Arist, peran gereja sangat lemah. Gereja tidak punya program mengantisipasi degradasi moral dan ketahanan keluarga.

"Gereja gagal. Bahkan kasus ini gereja sama sekali tidak ikut berkomentar. Gereja yang benar adalah gereja yang berani menyuarakan suara kenabiannya terhadap masalah ini. Gereja malah menganggap ini aib.

RPP tidak dilakukan oleh gereja," ujar Arist saat diwawancarai Tagar News di jakarta, Rabu (21/2).

Arist menambahkan gereja juga tidak sensitif menanggapi kasus-kasus ini dan bahkan cenderung tidak mau tahu. "Kacau balau itu Tobasa. Sepertinya kekerasan seksual menjadi hal yang biasa di Tobasa," katanya.

"Bisakah kita bilang muncul Sodom dan Gomorah? Ya, sangat mungkin. Dulu juga di Sodom dan Gomorah muncul hal seperti ini, perbuatan incest dan tidak ada lagi etika. Dan sekarang terjadi lagi dan yang mengerikan ini terjadi di tanah Batak," tambah Arist.

Arist mengatakan banyak orang yang beranggapi dirinya sangat emosional menanggapi kejadian ini padahal baru ada enam kasus.

"Saya memang emosional karena saya tak habis pikir ini bisa terjadi di Tobasa yang penduduknya dikenal religius. Anda juga harus ingat, Tobasa itu penduduknya tak banyak hanya sekitar 400.000-an jiwa. Dengan jumlah penduduk seperti itu, (enam kasus) ini menjadi persoalan besar," kata Arist.

Kasus kejahatan seksual teranyar, kata Arist, yang dilakukan oleh ayah kandung dan paman korban di salah satu desa di Kecamatan Silaen. Tim Kunker Komnas Anak  yang dipimpin Arist Merdeka Sirait berkesempatan berkunjung ke Desa Silaen untuk bertemu dengan korban Putri (14), bukan nama sebenarnya, dan ibu korban.

Korban menceritakan pengalaman pahitnya itu. Sejak korban usia 12 tahun telah diperlakukan salah secara seksual dengan penuh ancaman oleh ayah kandung dan paman kandung korban secara berulang-ulang selama dua tahun hingga korban saat ini mengandung empat bulan.

Korban bercerita, setiap kali ayah dan paman korban melakukan kejahatan seksual kepada dirinya, diawali dengan menenggak minuman keras tradisional Batak yakni tuak  lebih dahulu dari warung tuak langganan ayah korban.

Kejahatan seksual ini selalu dilakukan ayah dan pamannya pada saat ibunya dan adik-adiknya terlelap tidur pada malam hari. Bahkan pamannya pernah masuk ke kamarnya dengan cara memanjat melalui internit untuk memaksa korban untuk melayani keinginannya.

Peristiwa yang sama dan memilukan juga dialami dua anak remaja kakak beradik siswi SMP di Balige, masing-masing Bunga (13) dan Melati (14), keduanya bukan nama sebenarnya. Mereka mengalami kejahatan seksual berulang-ulang dalam bentuk incest yang dilakukan oleh ayah kandung mereka. Mereka diancam tidak disekolahkan jika tidak mau melayani perilaku bejat ayah kandungnya itu.

Nasib malang bagi Bunga, saat korban melaporkan peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan ayahnya ini kepada guru agamanya dengan harapan mendapat perlindungan. Namun guru agamanya justru memanfaatkan situasi buruk itu untuk melakukan kejahatan seksual terhadap korban dengan penuh ancaman.

"Bahkan oleh kepala sekolah kedua korban dikeluarkan dari sekolah dengan cara memberhentikannya," kata Arist Merdeka, Selasa (20/2).

Kasus lainnya adalah seorang bapak berinisal DS yang tega mencabuli putrinya selama dua tahun lebih.

Dan yang lebih mengerikan lagi, kata Arist, karena kekerasan seksual terhadap anak ini dilakukan terus menerus dan tidak pernah terbongkar,  tumbuh rasa cinta dari si anak kepada bapaknya dari sisi seksualitas.

"Anak itu menjadi menikmati. Bahkan si anak sudah merasa cemburu terhadap ibunya sendiri kalau ibunya datang ke Tobasa. Ini sangat mengerikan dan menghancurkan masa depan si anak, " katanya.  (Fet)

Berita terkait
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.