Yogyakrta - Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta angkat bicara terkait pembatalan diskusi bertajuk 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Sebab yang menjadi pembicara dalam acara itu adalah Guru Besar Hukum Tata Negara UII Yogyakarta, Profesor Ni'matul Huda, diteror oleh orang tak dikenal.
Acara tersebut diinisiasi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Constitutional Law Society (CLS). CLS akhirnya memutuskan untuk membatalkan diskusi itu karena mendapat teror dari orang tak dikenal. Seminar awalnya akan digelar pada 29 Mei 2020 pukul 14.00 WIB secara daring (online).
Rektor UII Yogyakarta Profesor Fathul Wahid menyatakan bahwa kegiatan itu murni aktivitas ilmiah, jauh dari tuduhan makar sebagaimana disampaikan pihak lain. Menurut dia, tema pemberhentian Presiden RI dari jabatannya merupakan isu konstitusional yang diatur dalam pasal 7A dan 7B UUD 1945 RI.
"Itu lazim disampaikan kepada mahasiswa dalam mata kuliah Hukum Konstitusi," kata Fathul dalam jumpa pers di Yogyakarta, Sabtu, 30 Mei 2020.
Tapi kalau kasus ini berulang sejak dahulu, ada gejala praktik ala orde baru diulang lagi.
Seminar bertema Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan. Seminar lewat konferensi video Zoom direncanakan Jumat, 29 Mei 2020. (Foto: Bagas Pujilaksono)
Seminar bertema Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan, judul tema diganti menjadi Persoalan Pemakzulan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan. Penggantian judul setelah ada yang menilai seminar, diskusi online tersebut gerakan makar. Seminar lewat konferensi video Zoom direncanakan Jumat, 29 Mei 2020, ini kemudian batal digelar. (Foto: Bagas Pujilaksono)
Fathul mengatakan sivitas akademiknya, Profesor Ni'matul Huda, mendapat teror karena menjadi pembicara dalam acara itu. Tindakan intimidasi terhadap narasumber maupun panitia sama sekali tidak bisa dibenarkan baik secara hukum atau akal sehat.
"Bagaimana mungkin diskusi belum dilaksanakan, materi belum juga dipaparkan, tapi ada penghakiman bahwa kegiatan itu dinilai makar," ujarnya.
UII Yogyakarta menilai tindakan pembatalan diskusi tidak dapat diberi toleransi oleh hukum demi tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM) serta kebebasan akademik. Oleh karenanya, harus ada tindakan yang tegas dari penegak hukum terhadap oknum pelaku tindakan intimidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Abdul Jamil mengatakan UII telah membentuk dua tim untuk merespons teror yang dialami guru besarnya.
"Pertama, tim hukum Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum UII. Kedua, tim yang hari ini menyampaikan rilis," kata Abdul Jamil.
Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan teror akademik dialami Profesor Ni'matul Huda seperti praktik zaman orde baru.
"Jika kejadian seperti ini, dugaan teror hingga menyebabkan diskusi dibatalkan, terjadi satu kali, mungkin maknanya sederhana. Tapi kalau kasus ini berulang sejak dahulu, ada gejala praktik ala orde baru diulang lagi. Pembunuhan terhadap demokrasi," ujar Busyro. []
Baca juga:
- Mahasiswa UGM Batalkan Seminar Pemecatan Jokowi
- Disebut Makar, Seminar Pemecatan Jokowi Tetap Digelar?