Untuk Indonesia

Setelah Iuran BPJS Tak Jadi Naik

Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS. Badan ini perlu membenahi bolong-bolong di tubuhnya. Opini Lestantya R. Baskoro
Pengurus pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dan tim pengacara dari LBH Harapan Bumi Pertiwi mendatangi kantor pusat BPJS Kesehatan di Jakarta untuk menyampaikan penolakan sistem rujukan berjenjang untuk pasien cuci darah per tiga bulan sekali, Juli 2019. (Foto: KPCDI)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

KALI ini kita perlu “angkat topi” untuk Mahkamah Agung. Lembaga ini telah mengakomodir suara publik perihal kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) yang sebelumnya telah diprotes publik. Mahkamah mengabulkan judicial review Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang mulai berlaku 1 Januari 2020. Lewat aturan inilah iuran BPJS naik hingga 100 persen.

Judicial review atas Peraturan Presiden tersebut diajukan Komunitas Pasien Cuci Daerah (KPCDI) akhir 2019. Komunitas tersebut menilai Peraturan tersebut melanggar sejumlah peraturan di atasnya. Mahkamah, dalam putusannya pada 27 Februari lalu, menyebut Perpres Nomor 75 Tahun 2019 bertentangan dengan sejumlah perundang-undangan, antara lain, UUD 1945, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU Nomor 24 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan UU Nomor 36 Tahunb 2009 tentang Kesehatan.

Pemerintah semestinya memang tidak menaikkan iuran BPJS. Sebelumnnya besar iuran untuk kelas III, II, dan I adalah Rp 25.500; Rp 51.000, dan Rp 80.00. Lewat Peraturan Presiden yang baru kenaikan itu menjadi Rp 42. 000; Rp 110.000, dan Rp 160.000. Pemerintah beralasan hanya ini satu-satunya cara untuk menutup defisit BPJS jika tidak ingin badan ini kolaps. Pemerintah mengabaikan DPR yang tak setuju atas kenaikan tersebut. Akibat kenaikan itu, banyak peserta yang kemudian mengambil “jalan penyelamatan” asuransi BPJS-nya: ramai-ramai “turun kelas.”

Di tengah pelayanan BPJS yang lebih banyak mendapat kritik ketimbang pujian, kenaikan BPJS jelas menyakitkan -juga menyebalkan. Pemerintah seperti menutup mata bahwa banyak rumah sakit, dokter, yang tidak profesional dalam melayani pasien BPJS -kendati mereka peserta BPJS Mandiri, yang membayar iuran. Pemandangan pasien BPJS yang antre sejak pukul 04.00 pagi dan kemudian menunggu dokter yang baru muncul berjam-jam kemudian -jauh dari waktu yang semestinya- banyak ditemui di mana-mana.

Pemerintah semestinya membenahi semua bolong-bolong di BPJS ini. Kebijakan BPJS yang memaksa satu keluarga harus menjadi anggota BPJS -tidak boleh sendiri-sendiri- perlu ditinjau kembali. Terjadinya tunggakan tentu ada penyebabnya dan di sini semestinya para direksi BPJS, yang sudah digaji di atas Rp 100 juta itu, mencari akar masalahnya dan memecahkannya.

Untuk menyehatkan BPJS, Pemerintah juga tak perlu ragu mengusut -bekerja sama dengan penegak hukum- klaim-klaim dari rumah sakit yang mencurigakan. Kita tahu soal dugaan kecurangan ini pernah juga dilontarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Rumah sakit yang melakukan kecurangan itu layak ditutup dan pengelolanya dikirim ke dalam bui. Tindakan menggerogoti uang negara untuk kesehatan rakyat mesti mendapat hukuman seberat-beratnya. []

Berita terkait
Sri Mulyani Kaji Pembatalan Iuran BPJS Kesehatan
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan mengkaji imbas putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan Senin, 9 Maret 2020.
DPR Tetap Tak Setuju Iuran BPJS Kesehatan Naik
Ketua DPR Puan Maharani mempertanyakan kenapa pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan meski belum ada persetujuan dari DPR.
BPJS, Bisanya Pakai Jurus Sontoloyo
Pemerintah akhirnya memakai jurus paling mudah untuk mengatasi keruwetan defisit BPJS Kesehatan, yakni dengan menaikkan iuran. Tulisan LR Baskoro.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.