Jakarta - Ekonom yang juga peneliti Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet menilai langkah likuidasi badan usaha milik negara (BUMN) yang sakit tentu memiliki konsekuensi seperti bertambahnya pengangguran.
"Sayangnya, memang konsekuensi dari penutupan ataupun likuiditas seperti ini ialah adanya potensi penambahan pengangguran dari perusahaan yang ditutup," kata Yusuf saat dihubungi Tagar, Senin, 5 Oktober 2020.
Mungkin yang juga perlu dipersiapkan pemerintah yaitu pesangon bagi para karyawan yang masih bertahan di tiga BUMN ini.
Namun, kata Yusuf, perlu pertimbangan dari Kementerian BUMN terkait karyawan yang masih bisa dialihkan dari BUMN yang ditutup ke BUMN lainnya. "Tapi memang ada tantangan profesionalitas terkait pengalihan karyawan ini," ucapnya.

Terkait pembubaran BUMN yang sakit, menurut Yusuf, pemerintah memang tidak punya banyak pilihan. Jika memilih revitalisasi tentu akhirnya tetap membutuhkan suntikan dana dari pemerintah, alhasil kembali pada skala prioritas.
"Saat ini mungkin yang juga perlu dipersiapkan pemerintah yaitu pesangon bagi para karyawan yang masih bertahan di tiga BUMN ini," ujar Yusuf.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana melikuidasi 14 BUMN melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Meski tidak bisa dijelaskan secara rinci BUMM beserta kriteria yang akan dilikuidasi, Staf Khsus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan ada tiga BUMN yang digolongkan sakit, seperti PT Merpati Airline, PT Kertas Kraft Aceh (KKA), dan PT Industri Gelas.
Untuk itu, ke depan hanya ada 41 BUMN yang dipertahankan dan dikembangkan, 34 BUMN dikonsolidasikan atau dimerger, 19 BUMN dikelola PPA, dan 14 dilikuidasi melalui PPA. "Ini akan membuat BUMN menjadi ramping," kata Arya. []