Medan - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait memberi perhatian serius kasus pembunuhan Rianto Simbolon di Dusun I Sosor Simbolon, Desa Sijambur, Kecamatan Ronggurnihuta, Kabupaten Samosir, Sumut.
Tujuh anak almarhum yang dikenal sebagai raja adat itu telah menjadi yatim piatu, setelah ibu mereka sudah meninggal sebelumnya dan menyusul Rianto tewas dibunuh di desa mereka pada 9 Agustus 2020 lalu.
Arist dan tim kuasa hukum keluarga Rianto memutuskan akan mengunjungi kediaman almarhum Rianto pada Kamis, 3 September 2020.
"Selain bertemu Pemkab Samosir, kami akan bertemu Kapolres Samosir termasuk para tersangka hingga bertemu ke tujuh anak almarhum," kata Arist dalam siaran pers di Medan, Selasa, 2 September 2020 malam.
Menurut Arist, pihaknya akan mendorong Pemerintah Kabupaten Samosir bisa memberikan tanggung jawab secara penuh terhadap tujuh anak almarhum Rianto.
"Kami sudah mendengar kronologis kejadian dari kuasa hukum almarhum Rianto Simbolon serta laporan teman-teman media di mana kasus pembunuhan ini sudah membuat ke tujuh anak almarhum yatim piatu. Atas dasar ini kami mendorong pemerintah daerah bertanggung jawab penuh atas seluruh anak almarhum Rianto Simbolon," kata dia.
Arist mengatakan, pihaknya tidak ingin anak-anak almarhum Rianto telantar karena harus dipahami ada tanggung jawab pemerintah dalam hal ini.
"Terlepas pilkada dan lainnya, tanggung jawab pemerintah tidak bisa lepas begitu saja. Hingga anak-anak kelak bisa tumbuh dan mandiri. Mulai hari ini harus menjadi tanggung jawab pemerintah secara penuh. Siapa pun bupatinya di Samosir," ucapnya.
Baca juga:
- Pembunuh Raja Adat di Samosir Harus Dihukum Berat
- Raja Adat di Samosir Tewas dengan 11 Tusukan Pisau
- Begini Cara Pelaku Habisi Nyawa Raja Adat di Samosir
Kemudian terhadap pihak kepolisian, kata Arist, harus menangani kasus pembunuhan Rianto secara serius. Dia menyebut, para pelaku harus dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Kami sudah mendengar langsung kronologis kejadian di mana almarhum sudah beberapa kali mengalami berbagai rangkaian percobaan pembunuhan. Yang akhirnya pada 9 Agustus 2020, almarhum meninggal yang dilakukan para tersangka. Atas dasar ini para tersangka bisa dijerat dengan Pasal 340 KUHP karena adanya perencanaan," paparnya.
Mencari solusi yang terbaik agar masa depan ke tujuh anak almarhum bisa mendapatkan perhatian secara serius
Terkait adanya teror yang dialami pelapor, sebagaimana diterima pihaknya dari kuasa hukum keluarga Rianto, kata Arist, Komnas PA akan melakukan koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar bisa menurunkan tim.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait (tengah) dan tim kuasa hukum Rianto Simbolon. (Foto: Tagar/Ist)
Arist juga meminta pemerintah setempat bisa memberikan bimbingan dan pemahaman kepada masyarakatnya agar tidak terlibat dalam persoalan hukum.
"Melihat tingginya tingkat kriminalitas di Samosir kami berharap Pemkab Samosir bisa memberikan edukasi kepada masyarakat. Bagaimana pun Samosir harus menjadi wilayah destinasi wisata yang ramah termasuk ramah kepada anak," tuturnya.
Dwi Ngai Sinaga selaku sebagai kuasa hukum almarhum Rianto sepakat bahwa ke tujuh anak almarhum harus menjadi tanggung jawab penuh Pemerintah Kabupaten Samosir.
Untuk itu, pihaknya bersama Komnas PA akan turun ke Kabupaten Samosir, selain menemui pemerintah dan kepolisian, juga melihat secara langsung kondisi tujuh anak almarhum Rianto yang kini sudah yatim piatu.
"Kami memberikan apresiasi atas keputusan dan langkah cepat yang dilakukan Komnas PA yang bersedia datang serta melihat secara langsung fakta kasus pembunuhan almarhum Rianto Simbolon sekaligus melihat kondisi ke tujuh anak almarhum yang kini sudah yatim piatu," katanya.
Menurut Dwi, dengan langkah tersebut secara tidak langsung ke tujuh anak almarhum sudah sangat terbantu.
"Dari sejak awal proses hukum kasus ini kami sudah mengawal secara bertahap hingga mencari solusi yang terbaik agar masa depan ke tujuh anak almarhum bisa mendapatkan perhatian secara serius. Termasuk juga para pelaku bisa dijerat sesuai aturan hukum, dalam hal ini KUHP 340," ucapnya.
Dwi mengaku dalam perjalanan kasus ini pihak pelapor menerima teror. Dan kasus itu direspons Komnas PA yang akan segera menyurati LPSK. []