Jakarta - Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan wacana pemberlakuan penghentian total aktivitas sosial (lockdown) guna meminimalisir dampak penyebaran virus corona (COVID-19) bukan pilihan kebijakan yang dapat diambil transportasi publik.
Dalam catatannya, terdapat lima protokol penanganan virus corona yang telah dirilis oleh pemerintah. Pertama adalah Protokol di Area Transportasi Publik, Protokol Kesehatan, Protokol Komunikasi, Protokol Pengawasan Perbatasan, dan Protokol Area Pendidikan.
“Terkhusus protokol transportasi publik, kebijakan yang diambil social distancing, yaitu menjaga jarak interaksi. Jadi, layanan transportasi umum harus tetap normal,” kata Djoko Setijowarno kepada Tagar di Jakarta, Kamis, 19 Maret 2020.
Baca juga: Indef: Kerugian Lockdown Akibat Virus Corona Besar
Untuk itu, Djoko menilai para pengambil kebijakan mestinya menambah kapasitas penumpang dengan jadwal keberangkatan yang ditambah bukan malah menguranginya. Langkah ini dimaksudkan agar memperkecil jarak antar moda transportasi publik tersebut sehingga tidak terjadi desak-desakan di halte maupun stasiun kereta.
Kebijakan social distancing pun sudah diterapkan di beberapa halte Bus Transjakarta, seperti Halte Karet Sudirman Koridor 1 dan Halte Terminal Kampung Melayu.
“Pengurangan jumlah jam keberangkatan maupun armada malah tidak mendukung kebijakan social distancing karena harus berjubel,” ucapnya.

Terkait kebijakan lockdown secara umum, ia menilai langkah tersebut merupakan pertaruhan antara keselamatan ekonomi dan keselamatan manusia. Apalagi, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan yang menurutnya agak sulit menerapkan sistem isolasi massal ini.
Belum lagi dengan pertimbangan faktor ekonomi tertentu, seperti pasokan logistik terutama pangan, obat-obatan, daya beli masyarakat khususnya pekerja informal, dan aksi borong kebutuhan sehari-hari alias panic buying.
“Maka, pilihan social distancing dan prevent close contact, yakni menjaga jarak interaksi lebih memungkinkan untuk dilakukan oleh warga,” ujarnya.
Sementara itu, Japan International Cooperation Agency (JICA) menyebut terdapat sekitar 8 juta pergerakan dari Bodetabek menuju Jakarta setiap harinya. Pengurangan kapasitas transportasi umum (MRT dan Bus Transjakarta) bertujuan efek kejut bagi warga Jakarta, namun tidak bagi warga Bodetabek.
“Untung saja KRL Jabodetabek tetap beroperasi normal. Bahkan, KRL Jabodetabek menambah jadwal pemberangkatan kereta dalam upaya mendukung social distancing,” tuturnya.
Terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengimbau warga ibu kota untuk meningkatkan kewaspadaan guna mencegah meluasnya penyebaran COVID-19. Dalam Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 4/2020 yang diterima Tagar, Anies meminta warganya untuk melakuan interaksi sosial dalam jarak aman minimal 1 meter.
“Tidak diperkenankan untuk keluar rumah kecuali untuk kegiatan penting yang sifatnya tidak dapat ditunda,” tutur dia, kemarin.
Selain itu, Anis juga menghimbau masyarakat Jakarta untuk menunda acara resepsi pernikahan, arisan, rapat-rapat, pengajian, maupun majelis ta’lim sampai seluruh kondisi kembali normal. []