Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Worotikan mengatakan belum dapat menentukan langkah terkait vonis bebas Sofyan Basir, Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero) periode 2016-2018 dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
JPU mendakwa Sofyan dengan tuntutan lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider tiga bulan, dalam perkara dugaan pembantuan kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1.
"Nantinya akan menentukan langkah kami apakah kasasi atau yang lain. Kami pelajari dulu putusannya," ucap Ronald Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, November 2019 seperti dilansir dari Antara.

Ia mengatakan penilaian majelis hakim soal Sofyan Basir tidak terbukti melakukan pembantuan fasilitasi suap kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU MT Riau-1 saat pertemuan antara anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, sepenuhnya hak majelis.
"Bukan berarti bahwa putusan bebas ini artinya dakwaan lemah atau tidak, itu tidak benar karena kami sudah membuat surat dakwaan sesuai dengan hasil penyidikan," tutur dia.
Meski terkejut dengan dengan vonis bebas Sofyan Basir, menurutnya jelas JPU KPK akan mempelajari putusan hakim pertimbangan-pertimbanganny. Setelah itu, baru menyatakan sikap.
"Secara psikologis memang kami kaget ya dengan putusan ini tapi kami menghormati putusan majelis dan kami akan mempelajari putusan untuk menentukan langkah selanjutnya," ujar Ronald.
Dalam perkara dugaan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 ada tiga orang yang divonis bersalah dan sedang menjalani hukuman.
Mereka adalah pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda sejumlah Rp 250 juta berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Mantan Menteri Sosial Idrus Marham divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Sementara Eni Maulani Saragih yang divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan dan kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar serta 40 ribu dolar Singapura pada 1 Maret 2019. []