Soloraya Berduka: Dalang Senior Ki Warseno Slenk Meninggal Dunia

Ki Warseno Slenk, dalang senior dan doktor pertama di Indonesia, meninggal dunia di usia 59 tahun.
Ki Warseno Slenk dalam pementasan wayang kulit. (Foto: Tagar/Instagram/@ki_warsenoslenk)

Kabar duka menghiasi pagi hari di Soloraya. Dalang senior, Ki Warseno Slenk, meninggal dunia di usia 59 tahun, pada Kamis (12/12/2024). Ki Warseno, yang dikenal dengan nama lengkap Warseno Hardjodarsono, meninggal dunia di RS PKU Muhammadiyah Solo, pagi tadi selepas Subuh. Sebelum dipanggil Sang Khalik, Ki Warseno sempat dirawat intensif di rumah sakit selama beberapa hari.

Parwanto, seorang pengurus Dewan Kesenian Sukoharjo Komite Pedalangan, mengonfirmasi berita duka tersebut. "Benar. Keluarga besar seniman pedalangan Soloraya kehilangan sosok dalang senior, Ki Warseno Slenk," ujarnya saat dihubungi, Kamis. Berdasarkan surat lelayu, jenazah Ki Warseno akan dimakamkan di Permakaman Depokan, Juwiring, Klaten. Jenazah akan diberangkatkan dari rumah duka di Kranggan RT 002/RW 018, Desa Makamhaji, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, sekitar pukul 13.00 WIB.

Ki Warseno Slenk dikenal sebagai dalang satu-satunya di Indonesia yang mengantongi gelar doktor. Ia berhasil meraih gelar tersebut setelah menyelesaikan disertasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dengan penelitian mengenai profesi dalang. Selain itu, Ki Warseno juga dikenal dengan gaya pakelirannya yang komunikatif dan dekat dengan kalangan muda, sering mengkolaborasikan musik etnis dan Barat dengan gamelan, menciptakan musik gamelan kolaboratif yang digandrungi kawula muda.

Almarhum meninggalkan seorang istri, Asih Purwaningtyas, dua anak yakni Briyan Pandhit dan Amar Pradopo, satu menantu, serta seorang cucu. Ki Warseno lahir dan besar di Klaten, Jawa Tengah. Sejak usia muda, Warseno sudah belajar mendalang dan mengawali debutnya sebagai dalang ketika menginjak usia 16 tahun. Kemampuannya itu berkat didikan orang tuanya, Ki Harjadarsana, yang juga merupakan dalang terkenal di Kabupaten Klaten Jawa Tengah (1950-1975).

Di sela kepadatan jadwal mengajar dan mendalang, setiap malam Sabtu Legi Warseno mengadakan pementasan wayang kulit di rumahnya untuk mengenang hari kelahirannya dengan tajuk Setu Legen. Ki Warseno mendedikasikan segala kemampaun berkeseniannya untuk menegakkan moral sebagai makhluk Tuhan. Hal ini diwujudkan tidak saja dalam berkesenian namun dia merasa pula bertanggungjawab menyeberluaskan pandangan berkeseniannya itu dengan mendirikan sebuah Stasiun Radio Suara Slank yang acaranya didominasi kesenian dan kebudayaan Jawa.

Berita terkait
Seperti Apa Seni Burdah dalam Pesta Kesenian Bali Juni Mendatang
Kesenian khas Islam Burdah penting ditampilkan di arena Pesta Kesenian Bali di tengah banyaknya ujaran yang mengancam disintegrasi bangsa.
Kesenian Ebeg Identitas Migran Banyumas di Jakarta
Komunitas kesenian menjadi duta budaya sebuah daerah. Dan kesenian ebeg menjadi identitas perantauan Banyumas di Jakarta.