Startup Bakar Uang Berpotensi Jadi Ponzi, Kok Bisa?

Model bisnis yang saat ini dilakukan oeh kebanyakan perusahaan rintisan (startup) berpotensi menjadi sebuah usaha dengan skema ponzi.
Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri Chatib Basri . (Foto: idxchannel.com)

Jakarta - Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri mengatakan model bisnis yang saat ini dilakukan oleh kebanyakan perusahaan rintisan (startup) sangat mungkin bertransformasi menjadi sebuah usaha dengan skema ponzi atau ponzi scheme. Pasalnya, kebiasaan investor yang kerap membenamkan modal pada sejumlah startup demi mencatatkan pertumbuhan nilai transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) dianggap sangat tidak sehat.

“Mereka harus mulai berfikir dan menemukan cara bagaimana mendatangkan profit, karena tidak mungkin itu uang dibakar terus kalau tidak ada untungnya,”katanya dalam teleconference di Jakarta, Minggu, 22 Maret 2020.

Penggelontoran dana dalam jumlah besar pada startup hanya terjadi di masa awal

Untuk diketahui, skema ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan.

Baca Juga: Tiga Tantangan Utama Startup Indonesia

Menurut Chatib, kebiasaan pemodal yang gemar menggelontorkan dana dalam jumlah besar pada perusahaan rintisan dinilainya hanya terjadi pada masa-masa awal perjalanan perusahaan. Sebab, pada fase ini investor hanya peduli pada raihan GMV sebagai prospektus penawaran usaha guna dijual kembali kepada investor selanjutnya.

“Nah kalau uang ditanam cuma untuk mencari pendapatan kotor tanpa memikirkan keuntungan, nanti mereka yang melakukan investasi terakhir itu yang akan menjadi korban,” tuturnya.

StartupStartup (Foto: Wikipedia).

Bisnis itu tidak bisa berjalan kalau besar pasak daripada tiang.

Chatib lalu mengingatkan bahwa sesungguhnya aktivitas bisnis apa pun mesti mengacu pada prinsip dasar ekonomi, bahwa kegiatan usaha yang dilakukan harus menghasilkan keuntungan. Idiom ini juga harus diterapkan dalam model bisnis era 4.0, yaitu startup.

“Orang mungkin bilang ungkapan ini sudah kuno padahal sebenarnya masih sangat relevan, tidak bisa bisnis itu berjalan kalau besar pasak daripada tiang,” ucapnya.

Startup harus mulai ada usaha untuk cari untung.

Chatib pun memprediksi bahwa ekosistem startup bakal menghadapi tantangan baru berupa pengetatan likuiditas. Hal tersebut dapat dilihat dari masifnya sejumlah dana asing yang keluar dari pasar modal Indonesia pasca serangan corona beberapa waktu lalu.

“Untuk itu bisnis modelnya harus mulai berubah. Mereka harus bisa melakukan efisiensi, perhitungan arus cash flow yang baik, dan masih banyak lagi. Tentu harus mulai ada usaha juga untuk buat profit,” ujar Chatib.

Terpisah, Direktur Asosiasi Fintech Indonsia (Aftech) Tasa Nugraza Barley menolak anggapan bahwa tindakan ‘bakar uang’ oleh investor semata-mata demi mencari pertumbuhan GMV. Menurutnya, sebagian besar dana yang dikucurkan oleh para pemodal digunakan untuk proses akuisisi konsumen.

“Biaya promosi dan marketing yang dibutuhkan memang mahal. Sebab, untuk mengubah kebiasaan orang ke arah digital tidak mudah. Oleh karena itu untuk mengakuisisi pengguna dibutuhkan strategi pemasaran tertentu,” katanya kepada Tagar beberapa waktu lalu.

Untuk diketahui, perusahaan rintisan atau starup adalah istilah yang merujuk pada semua perusahaan yang belum lama beroperasi. Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar merupakan entitas usaha yang masih berada dalam fase pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat.

Simak Pula: Gojek Kasih Peluang Bagi Startup Baru Cari Investor

Tak jarang, investor berani menanamkan modalnya hingga ratusan juta dolar pada perusahan startup demi mendapat keuntungan saat dijual kembali. Umumnya, aspek utama yang ditawarkan kepada calon investor berikutnya adalah pertumbuhan nilai transaksi bruto lengkap dengan data dan jumlah konsumen. Ironisnya, bisnis model ini mengesampingkan esensi utama sebuah aktivitas ekonomi yaitu pembukuan laba.

Di Indonesia sendiri telah terdapat beberapa perusahaan startup kakap dengan valuasi pasar setara ratusan triliun rupiah. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain Gojek (US$ 9,5 miliar), Tokopedia (US$ 7 miliar), Traveloka (US$ 2 miliar), dan Bukalapak (US$ 1 miliar).[]

Berita terkait
Bepahkupi Gayo Lolos Ajang Startup Global di Turki
Bepahkupi Gayo lolos kompetisi startup Internasional mewakili Indonesia di Volkswagen Arena, Istanbul Turki.
Digitaraya Berhasil Kembangkan 73 Startup Sejak 2018
Digitaraya sebagai startup accelerator di Indonesia berhasil mengembangkan dan meluluskan lebih dari 73 perusahaan startup baru.
Menristek Minta Unicorn Indonesia Gandeng Startup Baru
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro meminta agar unicorn dan decacorn Indonesia menggandeng startup baru. Kenapa?