Subuh Berdarah di Cempaka Putih Jakarta

Tubuh Alfi Basyahrinur roboh bersimbah darah dengan banyak luka bacok. Subuh yang tenang di Cempaka Putih Jakarta seketika mencekam, gempar.
Seorang pengendara sepeda melintasi odong-odong biru di tepi jalan, odong-odong yang ditinggal pergi pemiliknya, Alfi Basyahrinur, di Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edi Yuliansyah Syarif)

Jakarta - Seorang sopir odong-odong, Alfi Basyahrinur, 23 tahun, tewas diamuk geng motor bersenjata tajam di Cempaka Putih, Jakarta, 16 Februari 2020. Nahasnya, aparat penegak hukum justru meminta keluarga Alfi berdamai dengan pelaku. Di kantor kejaksaan, tangis Rini, ibunda Alfi, tak terbendung saat mendengar ajakan damai itu keluar dari mulut aparat.

Desca Andiani, 23 tahun, tersenyum ketika mengingat tingkah suaminya, Alfi, yang bercanda dengannya saat senja menjelang malam Minggu, 15 Februari 2020. Usai bersenda gurau di rumah, keduanya membawa putrinya, Sania Putri Rahmadani, ke tenda warung makan ayam penyet milik Rini, ibunda Alfi.

Warung di tepi Jalan Pramuka Sari 1 Cempaka Putih itu hanya berjarak lima meter dari gang rumah mereka. Di bawah tenda warung, Alfi menemani Desca dan putrinya makan malam bersama dengan lesehan.

"Dia sangat sayang kepada anaknya. Makanya, Sania sangat dekat kepada ayahnya," kata Desca saat ditemui Tagar di Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Maret 2020.

Kepada istrinya, Alfi pernah berjanji untuk menjaga Sania hingga anaknya semata wayang itu tumbuh dewasa. Saat ini, putri Alfi memasuki usia 2 tahun 9 bulan.

Selepas makan malam, Alfi semestinya ikut membantu ibunya berjualan ayam penyet di warung. Hanya saja, sang ibu tak berjualan lantaran mereka berencana ke Bekasi keesokan paginya untuk mengunjungi kerabatnya.

Jaksanya bilang tak baik menyimpan dendam.

Rini membuka warung seluas delapan kali empat meter dengan atap terpal bertiang bambu. Setiap malam ia rata-rata mendapatkan penghasilan kotor empat ratus ribu rupiah.

"Sebagian uang itu diputar lagi untuk membeli bahan jualan keesokan harinya," kata Rini.

Selain membantu ibunya berjualan tiap malam, Alfi mencari nafkah saban sore dengan menjadi sopir odong-odong. Wahana permainan anak ini berupa serangkaian gerbong sebesar becak yang ditarik sepeda motor berkeliling kampung di Rawasari.

Oleh karena itu, Alfi sering mengikutsertakan putrinya duduk bersama ibunya di salah satu gerbong odong-odong. Usai bekerja, kedua orang tua Sania menghitung pendapatan.

Rata-rata pemasukan dari odong-odong menembus seratus ribu rupiah setiap hari. Hanya saja, Alfi juga harus menyetor Rp 80 ribu tiap hari kepada pemilik odong-odong.

Alfi BasyahrinurIstri Alfi, Desca Andiani, dan Sania, putrinya, di Jalan Pramuka Sari 1, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edi Yuliansyah Syarif)

Selain uang sewa, bensin dan biaya perbaikan juga ditanggung oleh Alfi. Walhasil, Alfi menerima pendapatan bersih Rp 30-50 ribu tiap harinya. Jika pasar malam digelar di Rawasari, pendapatan bersih dapat menyentuh seratus ribu rupiah.

"Hasilnya buat jajanan dan beli susu anak aja," kata Desca.

Pada awal 2020, Alfi mendapatkan hadiah odong-odong dari ayahnya, Subur. Odong-odong yang terdiri dari tiga gerbong itu dibuat dengan menghabiskan tujuh juta rupiah. Duit itu didapatkan Subur dari hasil keringatnya yang bertahun-tahun bekerja serabutan di Jakarta.

Karena warung ibunya tak buka malam itu, Desca dan putrinya melanjutkan tidur di atas karpet warung.

Sementara Alfi bersama dua teman ngobrol di tepi kali sembari menjaga deretan sepeda motor di tepi Jalan Pramuka Sari.

Motor-motor itu milik warga tetangga yang juga kerabat Alfi di gang buntu. Motor itu memang parkir setiap malam lantaran gang dan rumah deret mereka tidak cukup lagi menampung kendaraan roda dua.

Sebelum fajar menyingsing, kawanan remaja mengendarai sepeda motor dari arah Kelurahan Utan Kayu mendekati tempat duduk Alfi. Menurut keterangan Polres Jakarta Pusat, geng motor dari Utang Kayu itu berencana bentrok dengan geng motor lain di Jalan Pramuka Sari 1.

Alfi kemudian berupaya melerai pertikaian antara dua geng itu. Apalagi, Alfi tak ingin kendaraan tetangga dan keluarganya rusak akibat tawuran.

Kamera pemantu (CCTV) salah satu toko di sana merekam Alfi sempat dikejar seorang yang menggunakan penutup wajah dan memegang celurit. Pemegang celurit itu kemudian mundur setelah melihat Alfi datang membawa seorang teman. Ayah Sania datang dengan tangan kosong sementara temannya membawa tongkat kayu.

Namun hanya dalam hitungan detik, pemegang celurit itu kembali menyerang bersama enam kawannya. Alfi dan temannya lari mundur. Sebagian besar penyerang memegang celurit, bahkan di antaranya mengejar Alfi sembari merekam aksinya dengan telepon genggam.

Dengan mengacungkan celurit, gang motor itu berupaya menghasut Alfi dengan memekik, "Cemen lu, sini kalau berani, maju sini." Alfi tak terprovokasi dan membiarkan gang motor itu pergi.

Ketika gang motor itu menghilang dari pandangan mata Alfi, suami Desca itu seorang diri mendekati tempat asal mereka muncul, sekitar lima puluh meter dari mulut gang rumahnya.

"Dia ke sana hanya untuk memastikan kalau gangguan sudah selesai," kata Almi, kakak Alfi.

Malangnya, gerombolan geng motor itu tiba-tiba muncul dari balik pepohonan tepi kali. Dengan celurit di tangan masing-masing, mereka menyerang Alfi secara membabi buta. Tubuh ayah Sania pun roboh bersimbah darah dengan luka bacok di sekujur tubuh.

Alfi BasyahrinurPara pelaku geng motor di kantor Kejaksaan Tinggi Jakarta Pusat. (Foto: Istimewa)

Rawasari gempar. Tak lama kemudian, warga memenuhi Jalan Pramuka Sari 1 diikuti suara azan subuh dari masjid-masjid terdekat.

Ketika jalan menjadi ramai, Desca terbangun dari tidur. Ia hanya bisa pasrah saat mendengar kabar suaminya terluka dan sedang digotong ke Rumah Sakit Daerah Cempaka Putih menggunakan sepeda motor.

Menurut Subur, dokter menyatakan nyawa Alfi telah tiada ketika tubuh berlumur darah itu tiba di rumah sakit. Subur menyaksikan hampir setiap luka bacokan memperlihatkan tulang anaknya.

Subur hanya bisa geleng-geleng ketika mengingat kembali tubuh anaknya yang terkoyak itu. "Saya orang Betawi tapi yang namanya tawuran, jarahan, enggak demen, kasihan korbannya. Enggak tega. Benar. Eh... malah anak sendiri... ya Allah...," tutur Subur dengan nada lirih.

Kesakisan warga sekitar, Alfi dikenal sebagai pemuda ramah. Jika berpapasan dengan warga yang lebih tua, misalnya, Alfi selalu menyapa terlebih dulu.

Usai menerima laporan tewasnya Alfi, Kepolisian Resor Jakarta Pusat turun tangan. Polisi kemudian membekuk enam orang yang diduga pelaku keesokan harinya, Senin, 17 Februari 2020.

Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 170 KUHP. Pelaku berbuat pidana di muka umum dengan cara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jakarta Pusat.

Jaksa memanggil keluarga Alfi, Senin, 9 Maret 2020. Rini datang didampingi kerabatnya yang merupakan aktivis Solidaritas Merah Putih, Vivi Manopo.

Di Kejaksaan, jumlah terduga pelaku menjadi tiga. Itu pun, menurut Vivi, jaksa meminta keluarga korban berdamai dengan keluarga pelaku.

Jaksa berdalih, para pelaku masih tergolong anak-anak atau di bawah umur. Tak hanya sekali, Jaksa secara eksplisit mengulang permintaan itu hingga dua kali.

"Jaksanya bilang tak baik menyimpan dendam," kata Vivi.

Ketika disodorkan permintaan itu, lisan Ibunda Alfi beku. Ia tak mampu berkata apa pun selain menangis kala mendengar pejabat negara itu berkata sesuatu yang tak diduganya.

"Orang kan secara psikologis masih tertekan, masih sedih, anaknya mati," tutur Vivi.

Pada 12 Maret 2020, sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rini dan menantunya telah memenuhi undangan jaksa untuk datang ke sana tapi sesampainya di sana keduanya justru tak diperbolehkan masuk ke ruang sidang.

Keluarga hanya meminta keadilan ditegakkan. Pelaku yang menghilangkan nyawa Alfi dengan keji juga semestinya dihukum.

"Kami hanya ingin pelaku dihukum seadil-adilnya," ujar Rini.

Saat duduk di warung, Rini kadang memandang odong-odong baru Alfi yang parkir di tepi jalan. Catnya masih tampak baru meski bannya kelihatan renyuk lantaran lama tak terpakai. Di salah satu sudut gerbong terpampang poster bertuliskan "Odong-odong Ini Dijual"

Setiap kali Rini melihat odong-odong, gambaran wajah anaknya hadir di benaknya. Apalagi ketika melihat cucunya, Sania, yang wajahnya mirip ayahnya.

Kini, hampir sebulan Sania tak melihat lagi wajah Ayahnya. Setiap kali menangis, Sania selalu mencari ayahnya, sosok yang paling dekat dalam hidupnya selama hampir tiga tahun ini.

Jika teringat bapaknya, Sania selalu bertanya, "Ayah mana, Ma?" Desca hanya bisa berupaya menenangkan kegelisahannya, menyusuinya bila perlu, sembari menjawab, "Ayah lagi bobo, Nak." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Kesaksian Tiga Pasien Sembuh dari Corona Covid-19
Tiga pasien positif corona Covid-19 dinyatakan sembuh. Mereka dengan kode pasien 01, pasien 02, pasien 03. Ini kesaksian dan harapan mereka.
Keterbukaan 3 Wanita Cantik Pasien Positif Corona
Seorang ibu dan dua putri, Maria Darmaningsih, Sita Tyasutami dan Ratri Anindyajati, pasien positif corona yang sembuh. Mereka membuka diri.
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Bantu Atasi Wabah Corona
Semua bisa mengambil peran untuk memutus rantai penyebaran virus corona Covid-19. Seperti dilakukan Universitas Muhammadiyah Makassar.
0
Penduduk Asli Pertama Amerika Jadi Bendahara Negara AS
Niat Presiden Joe Biden untuk menunjuk Marilynn “Lynn” Malerba sebagai bendahara negara, yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS)