Yogyakarta - Sumbu imajiner Keraton Yogyakarta menuju warisan budaya dunia. Usulan sudah dilakukan ke Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNESCO sejak 2019 lalu.
Sumbu ini merupakan tata ruang Yogyakarta yang dirancang oleh pendiri Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) I. Sumbu imajiner ini melambangkan konsep Jawa-Islam yakni Manunggaling Kawula Gusti yang memiliki filosofi keselarasan, keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan jagad seisinya.
Sumbu imajiner ini merupakan garis lurus utara ke selatan, yakni Gunung Merapi-Tugu Pal Putih-Keraton Yogyakarta-Panggung Krapyak-Laut Selatan.
Kepala Dewan Kebudayaan DIY, Djoko Dwiyanto menjelaskan, Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNESCO akan merumuskan kebijakan terkait penerapan sumbu imajiner. "Setahu saya usulan itu disampaikan di Jakarta tahun lalu," kata Djoko, Selasa, 11 Agustus 2020.

Jika tidak ada halangan, tahun ini sumbu imajiner bisa disidangkan. Tahun lalu, kata Djoko, yang telah disidangkan untuk menjadi warisan budaya dunia adalah Sawahlunto, Sumatera Barat.
Sejarahnya sangat penting bagi Keraton Yogyakarta.
Menurut dia, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X meminta tujuh anggota Dewan Kebudayaan DIY untuk menyumbangkan gagasannya supaya usulan tersebut bisa segera terealisasi. Pihaknya juga bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY untuk membantu memberi masukan."Kebetulan salah satu staf Disbud ada di Dewan Kebudayaan DIY," paparnya.
Baca Juga:
- Saat Keraton Yogyakarta Menegur Masjid Pathok Negara
- Garebeg Sawal Keraton Yogyakarta Ditiadakan
- Keraton Yogyakarta dalam Rekam Jejak Kekuasaan
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridho Mardowo Keraton Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Notonegoro mengatakan, perwakilan Keraton Yogyakarta di Dewan Kebudayaan DIY bisa bekerja sama secara berkelanjutan guna merealisasikan sumbu imajiner sebagai warisan budaya dunia.
Dia menegaskan, sumbu imajiner bagian tak terpisahkan dari Keraton Yogyakarta. "Sejarahnya sangat penting bagi Keraton Yogyakarta," ucap Notonegoro.
Notonegoro mengungkapkan, waktu sidang penetapan sudah ditetapkan. Namun UNESCO perlu bukti jika sumbu imajiner ditetapkan bukan hanya karena nilai filosofi saja. "Itu salah satu syarat non administrasinya," katanya.
Pihaknya harus meyakinkan UNESCO bahwa sumbu imajiner di Yogyakarta masih relevan dengan zaman sekarang. "Kami dituntut untuk menjamin kesinambungannya," imbuh dia. []