Susi Susanti, Putri Emas Bulu Tangkis Indonesia

Susi Susanti, pebulutangkis kenamaan Indonesia, berpesan kepada para atlet bulu tangkis untuk tampil lebih konsisten dalam tiap pertandingan
Susi Susanti bersama Erick Thohir pada acara penyerahan api Asian Games(Fot: instagram @susysusantiofficial).

Jakarta - Prestasi atlet bulu tangkis (badminton) Indonesia tengah jadi sorotan. Kemenangan 3-1 tim putra Indonesia atas Malaysia dalam Kejuaraan Beregu Asia 2020 yang digelar di Rizal Memorial Stadium, Manila, Filipina, pada Minggu, 16 Februari 2020, membawa kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia, tak terkecuali Susi Susanti.

Meski begitu, Susi tak serta-merta memberi sanjungan kepada seluruh atlet yang bertanding. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) (2016-2020) ini justru berpesan kepada para atlet untuk tampil lebih konsisten. Hal ini dilontarkan Susi usai Jonatan Chistie gagal menyumbang kemenangan kala berhadapan dengan atlet kebanggaan Malaysia, Cheam June Wei.

"Untuk tim tunggal harus mempersiapkan diri lagi karena belum konsisten. Anthony Sinisuka Ginting tampil baik, tetapi Jonatan Christie dan Shesar Hiren Rhustavito belum stabil," ujar Susi.

Sejak aktif sebagai atlet badminton, hingga memutuskan pensiun, Susi tak pernah absen memajukan cabang olahraga kecintaannya ini. Terlebih sejak dia dipercaya mengemban tugas penting di PBSI.

Perjalanan atlet yang berjaya di era 1990-an ini tidaklah mudah. Berkarir di era orde baru (Orba) dan memiliki keturunan Tionghoa, membuat Susi sempat merasakan berbagai stigma negatif dan perlakuan diskriminatif. Namun, hal tersebut tak sedikitpun mengurangi rasa cintanya kepada Merah Putih.

1. Awal karier

Perempuan kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat 11 Februari 1971 ini dikenal dengan gerakannya yang lincah. Kemampuan tersebut ia peroleh setelah sempat beberapa kali mengikuti kelas senam dan balet saat masih kecil. Tak tanggung-tanggung, gerakan split-pun pernah dipertontonkan di beberapa pertandingan.

Putri pasangan Risad Haditono dan Purwo Banowati ini mulai menunjukan minatnya pada bulu tangkis setelah bergabung bersama klub badminton milik pamannya, PB Tunas Tasikmalaya. Di sini, bakat Susi kecil semakin menonjol dan sempat menjuarai beberapa kejuaraan tingkat junior.

Setelah tujuh tahun berkecimpung di PB Tunas Tasikmalaya, pada 1985, Susi pindah ke Ibu Kota dan melanjutkan sekolahnya di SMP/SMA Negeri Ragunan (Khusus Olahragawan Pelajar). Di sekolah barunya, Susi mulai menunjukan keseriusannya pada bulu tangkis. Di usia 14 tahun, Susi pernah menjuarai World Championship Junior (1985) kategori tunggal putri, ganda putri, dan campuran.

Susi kemudian memulai karier seniornya pada 1989 dengan meraih kemenangan di Indonesia Open saat berusia 18 tahun. Sejak saat itu, kariernya di cabang bulu tangkis terus meningkat.

Salah satu laga paling diingat oleh masyarakat Indonesia adalah saat dia bertanding dengan Bang Soo-hyun (Korea Selatan) di laga final Olimpiade Barcelona (1992). Susi berhasil menundukan lawannya dengan skor 5-11, 11-5, dan 11-3. Susi menjadi atlet pertama yang peraih medali emas di ajang tersebut.

Momen haru pun mulai terasa kala Sang Saka Merah Putih mulai dikibarkan bersamaan dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Susi yang tengah berdiri di podium juara sambil memegang bunga tak kuasa menahan tangisnya.

"Kemenangan di olimpiade itu beda dengan di kejuaraan lain. Rasanya prestasi itu diakui dunia," ujar Susi mengingat momen kemenangannya di Olimpiade Barcelona (1992).

Tak hanya Susi, kemenangan juga diraih oleh kekasihnya saat itu, Alan Budikusuma, usai mengalahkan Ardy Bernardus Wiranata di laga final.

susi2Susi Susanti dan Alan Budikusuma saat berlibur ke Jepang (Foto: Instagram @susysusantiofficial).

2. Menikah dan Pensiun

Hubungan asmara kedua atlet bulu tangkis profesional ini pun berlanjut ke jenjang yang lebih serius. Setelah puas berstatus pacaran selama 9 tahun, Susi dan Alan memutuskan menikah pada 9 Februari 1997. Pernikahan tersebut membuat keduanya dianugerahi julukan "Pengantin Emas Olimpiade" oleh para penggemar.

Tak lama setelah pernikahannya, Susi memutuskan pensiun dini pada usia 26 tahun. Keputusan tersebut diambil Susi menyusul kehamilan anak pertamanya, Laurencia Averina, yang lahir pada 1999.

Usai gantung raket, bersama sang suami, ia menjajaki berbagai usaha, salah satunya dengan mendirikan Olympic Badminton Hall di Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang dipergunakan sebagai gedung pusat pelatihan bulu tangkis. Selain itu, keduanya juga membuat raket dengan merek Astec (Alan Susi Technology) pada 2002.

Meski telah pensiun, nama Susi tak serta-merta dilupakan. Pada 2004, International Badminton Federation (Badminton World Federation) memberi penghargaan Hall of Fame yang diserahkan langsung oleh Presiden IBF Korn Thapparensi. Namanya berjajar dengan legenda-legenda bulu tangkis lainnya seperti, Rudy Hartono, Dick Sudirman, Christian Hadinata, dan Liem Swie King. Selain itu, perempuan 49 tahun ini juga pernah dianugerahi Bintang Jasa Utama pada 1992.

Meski begitu, Susi berharap anak-anaknya dapat mengembangkan karir di luar bulu tangkis.

3. Susi Susanti: Love All

Pada 24 Oktober 2019, sebuah film biopik berjudul "Susi Susanti: Love All" tayang di bioskop Indonesia. Film ini berkisah tentang perjuangan Susi sebagai atlet bulu tangkis, kisah asmaranya dengan Alan Budikusuma, hingga perjuangannya menghadapi diskriminasi Tionghoa.

susi3Laura Basuki dan Dion Wiyoko, pemeran dalam film biopik Susi Susanti (Foto: Instagram @susysusantiofficial).

Film ini juga menceritakan bagaimana seorang atlet yang telah mengharumkan nama Indonesia masih diragukan nasionalismenya. Saat itu, setiap warga keturunan Tionghoa dan India diwajibkan memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Surat ini berguna untuk memudahkan hidup mereka di Indonesia dalam berbagai urusan seperti pembuatan KTP, paspor, mengurus pendidikan, hingga pernikahan.

Film bergenre drama/olahraga ini merupakan hasil kerja sama antara Damn I! I Love Indonesian Movies, Oreima Film, dan East West Synergy. Selain itu, film ini juga turut menggandeng sutradara muda, Sim F, yang sebelumnya sukses dengan film "Sanubari Jakarta" pada 2012.

Peran Susi Susanti dipercayakan kepada Laura Basuki, sementara Alan Budikusuma diperankan oleh Dion Wiyoko. Keduanya sudah sering tampil bersama dalam satu film seperti Haji Backpacker (2014), dan Terbang: Menembus Langit (2018). Akting apik keduanya turut didukung oleh beberapa pemeran lainnya seperti Jenny Chang, Lukman Sardi, Farhan, Rafael Tan, Moira Tabina Zayn, hingga penyanyi jebolan Indonesia Idol Delon Thamrin.

4. Prestasi

- Medali Emas Olimpiade Barcelona (1992).

- Medali Perunggu Olimpiade Atlanta (1996).

- Medali Perunggu Asian Games (1990, 1994).

- Juara World Championship (1993).

- Juara All England (1990, 1991, 1993, 1994).

- Juara World Cup (1989 ,1990, 1993, 1994, 1996, 1997).

- Juara World Badminton Grand Prix (1990, 1991, 1992, 1993, 1994, 1996).

- Juara Indonesia Open (1989, 1991, 1994, 1995, 1996, 1997).

- Juara Malaysia Open (1992,1993, 1994, 1995, dan 1997).

- Juara Japan Open (1991, 1992, 1994, 1995).

- Juara SEA Games (1987, 1989, 1991, 1993, 1995).

- Juara Piala Sudirman (1989).

- Juara Piala Uber 1994 dan (1996).

- Finalis Piala Sudirman (1991, 1993, 1995).

- Finalis Piala Uber (1998).

- Finalis Asian Games (1990, 1994).

- Semifinalis Piala Uber (1988, 1990, 1992).

- Juara SEA Games (1987, 1989, 1991, 1993, 1995).

- Dan lain-lain. []

Berita terkait
Susi Susanti: Om Ciputra Selalu Ada Saat Saya Juara
Sosok pebisnis Ciputra bagi mantan pebulutangkis Indonesia, Susi Susanti sudah dianggap seperti bapaknya sendiri.
Ketika Presiden Jokowi Bermain Tenis Meja Melawan Susi Susanti
Presiden berpasangan dengan Ketua Umum KOI Erick Thohir dan Susi Susanti berpasangan dengan Yopie Warsono, atlet senior tenis meja.
Profil Laura Basuki, Aktris Pemeran Susi Susanti Love All
Profil Laura Basuki Pemeran Utama dalam Film Susi Susanti.
0
Pemimpin G7 Janjikan Dana Infrastruktur Ketahanan Iklim
Para pemimpin dunia menjanjikan 600 miliar dolar untuk membangun "infrastruktur ketahanan iklim" perang Ukraina juga menjadi agenda utama