Jakarta - Sutradara Hanung Bramantyo mengaku kerap memanfaatkan kecanggihan kamera berukuran kecil seperti menggunakan kamera tangan atau handycam untuk pengambilan gambar filmnya. Bahkan pria 44 tahun itu pernah menggunakan fitur kamera yang tertanam pada perangkat telepon seluler atau handphone saat memproduksi salah satu karyanya berjudul Soekarno, meski bukan sebagai fungsi kamera utama.
"Biasanya second camera, third camera atau fourth camera," kata Hanung saat ditemui wartawan di Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Penggunaan kamera kecil seperti handycam dan fitur kamera pada smartphone, kata Hanung, kerap dilakukan untuk keperluan pengambilan gambar pada adegan-adegan tertentu yang secara teknis memang bakal dimudahkan lantaran ukurannya sangat kecil.
"Misalnya adegan naik sepeda atau motor, saya harus tangkap gambar jeruji. Kalau saya pakai kamera besar, sepedanya pasti akan oleng," kata dia.
Selain menggunakan kamera tangan dan fitur kamera yang ada dalam sebuah ponsel pintar, Hanung juga bisa mengambil adegan tersebut dengan kamera besar dari jarak jauh (long shot) lantaran ukuran smartphone yang kecil tidak akan terlihat dari jauh.
"Jadi bisa mendapat dua gambar sekaligus dalam sekali bidik," ujar dia.
Hanung mengatakan, ia sempat takjub dengan keunggulan fitur ponsel pintar masa kini yang bisa dimanfaatkan untuk membuat film layar lebar, termasuk fitur slow motion yang menurutnya bisa dipakai untuk adegan perang, seperti sayatan pedang atau baku hantam.
"Teknologi sekarang membuat kita tidak punya alasan untuk membuat film itu susah atau ribet," ujar dia.
bisa mendapat dua gambar sekaligus dalam sekali bidik.
Hanung berkisah mengenai masa ketika dia mulai membuat film hanya bermodalkan handycam pinjaman. Saat itu dia harus bersusah payah mencari peralatan karena belum ada ponsel pintar yang menyediakan fitur canggih. Sementara video direkam di kaset yang ia beli dari teman yang berbisnis membuat video pernikahan.
"Editnya di mana? Di studio kawinannya dia," kata Hanung.
Saat itu, ketika film rampung, ia tak punya banyak pilihan seperti saat ini. YouTube belum jadi pilihan, dan yang bisa dilakukan Hanung adalah mengirimnya ke festival film dari Dewan Kesenian Jakarta, dan karyanya keluar sebagai juara pertama.
Baca juga: Nazar Hanung Bramantyo Lewat Film Mekah I'm Coming
Hanung menilai, festival film tak hanya menumbuhkan motivasi —berkat hadiah yang didapat— tetapi juga koneksi menuju industri sehingga bisa mengembangkan sayap di kancah perfilman profesional. []