Jakarta - Polemik finansial yang terjadi pada beberapa lembaga jasa keuangan nonbank, khususnya asuransi, membuat kredibilitas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipertanyakan. Bahkan warganet Tanah Air pun turut mendiskusikan hal tersebut. Pada Rabu, 5 Februari 2020 sempat muncul tagar #BubarkanOJK yang menjadi tranding topic 10 besar di Indonesia.
Salah satu tokoh yang concern menyoroti kinerja OJK adalah mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Tagar kemudian berusaha meminta pendapat ekonom senior Universitas Indonesia itu soal narasi pembubaran OJK yang berkembang di ranah maya. “Saya sedang rapat, bisa diikuti di twitter @rizalramli soal OJK ini,” katanya di Jakarta , Kamis, 5 Februari 2020.
Penelusuran lalu diarahkan ke akun pribadi “Orang Pergerakan” itu. Dalam salah satu cuitannya di Twitter pada 25 Januari 2020, Rizal menyebutkan kapabilitas OJK tidak maksimal sebagai lembaga independen yang mengawasi sektor jasa keuangan. Bahkan RR, sapaan akrab Rizal, mensinyalir terjadi permainan mata antara otoritas dengan pelaku industri.
“Kejaksaan Agung top. Harusnya ujung tombak pengawasan adalah OJK, tapi memble, tidak punya kapasitas, dan mungkin juga ada pat-gulipat,” ungkap dia.
Narasi tersebut diungkapkan Rizal saat mengetahui Kejaksaan Agung membuka peluang untuk memeriksa sejumlah petinggi Otoritas Jasa Keuangan terkait dugaan korupsi di perusahaan asuransi plat merah Jiwasraya.
Terbaru, RR mengkritisi tugas utama lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu yang dinilainya sudah melenceng dari esensi dasar. Dalam pandangan dia, OJK seharusnya meningkatkan upaya pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga keuangan nonbank (LKNB).
Ototritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)
Komentar itu diutarakannya berkaitan dengan tema pertumbuhan yang diusung OJK pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan selama tiga tahun berturut-turut. “OJK harusnya mengurangi bicara pertumbuhan. Sesuai maruahnya OJK lebih banyak bicara penguatan pengawasan,” tuturnya, Senin 3 Februari 2020.
Selain kasus Jiwasraya, OJK juga dianggap lalai dalam mengawasi kinerja lembaga asuransi pemerintah lain, yakni PT Asabri (Persero). Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI, anggota Dewan Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank OJK Riswinandi mengatakan otoritas tetap berpegang teguh pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2015 Tentang Asabri. Dia memaparkan, pada pasal 54 menyebutkan bahwa Asabri diawasi oleh beberapa lembaga pengawas eksternal.

"Ada empat lembaga (yang mengawasi Asabri) pertama Itjen Kemenham, Mabes Polri-TNI kemudian Itjen Kemenkeu, BPK, dan auditor independen, disini memang tidak termasuk OJK," ucap Riswinandi di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa 4 Februari 2020.
Padahal, Asabri turut menyokong kegiatan operasional OJK dengan rutin membayar iuran setiap tahun. “Memang betul mereka bayar iuran. Tapi bahwa pengawasan secara langsung tidak dilakukan," kata Riswinandi.
Pada rapat tersebut terungkap pula bahwa OJK menerima iuran sebesar Rp 5,99 triliun dari seluruh pelaku industri jasa keuangan pada sepanjang 2019. Besaran tersebut meningkat dibandingkan dengan total iuran 2018 yang sebesar Rp 5,5 triliun.[]